Deskripsi singkat
isi pokok bahasan
Penampilan ternak yang bagus seekor ternak yang disebabkan
oleh baiknya kualitas lingkungan tidak dapat diwariskan kepada anak
keturunannya. Yang dapat diwariskan kepada anak keturunannya adalah potensi
produksi yang dikandung oleh masing-masing individu ternak anggota populasi
yang terdapat pada gen-gen yang bersama-sama memberi kontribusi kepada sifat
atau produksi tertentu. Kontribusi dari masing-masing gen terhadap sifat
tertentu tidak sama, ada yang cukup besar, tetapi ada pula yang hanya kecil. Parameter
yang yang berkaitan dengan potensi produksi tersebut adalah heritabilitas. Parameter
ini mengukur keragaman total dari fenotipe atau penampilan ternak yang
disebabkan oleh keragaman genetik. Heritabilitas dapat digunakan untuk
mengestimasi penampilan dari anak keturunan dari seekor tetua.
Dalam melaksanakan seleksi perlu diperhatikan apakah
pelaksanaan seleksi untuk suatu sifat berpengaruh terhadap penampilan sifat
yang lain. Diusahakan dalam pelaksanaan seleksi suatu sifat tidak menurunkan tingkat
penampilan sifat yang lain. Alangkah baiknya bila dalam pelaksanaan seleksi
suatu sifat tidak hanya menaikkan tingkat penampilan sifat yang diseleksi,
tetapi juga dapat menaikkan tingkat penampilan sifat yang lain. Dengan demikian
sebelum melaksanakan seleksi perlu diketahui adanya korelasi genetik antar
sifat yang satu dengan sifat yang lain. Koefisien korelasi menggambarkan ada
tidaknya, besar kecilnya, serta positif/negatifnya hubungan antar dua sifat.
Sifat-sifat pada ternak ada yang dapat berulang, ada pula
yang tidak berulang. Sifat-sifat yang dapat berulang seperti produksi susu,
produksi wol, bobot sapih anak-anaknya. Sifat-sifat yang tidak berulang seperti
bobot lahir, bobot tetas, konversi pakan, kenaikan bobot badan per hari. Untuk
sifat-sifat ternak yang dapat berulang pelaksanaannya harus mengacu pada suatu
parameter yang dkenal dengan sebutan ripitabilitas.
Dengan demikian, dalam melaksanakan seleksi ternak ada tiga
parameter genetik yang harus diketahui nilainya, yaitu heritabilitas, korelasi genetik,
dan ripitabilitas.
Tujuan Instruksi
Khusus
Setelah mempelajari pokok bahasan ini mahasiswa akan dapat
menjelaskan secara benar (> 80%) tentang pengertian heritabilitas, korelasi
genetik, dan ripitabilitas, kegunaan
mengetahui besarannya, serta cara mengestimasinya.
Cara belajar
Baca ulang ringkasan pokok bahasan dari bab-bab sebelumnya,
selanjutnya baca dan pahami baik-baik bab ini, buat ringkasan dan pertanyaan,
serta kerjakan soal-soal latihan.
Isi
4.1. Pengertian Heritabilitas
Ada tiga pengertian tentang heritabilitas. Pertama,
heritabilitas mengukur kepentingan relative antara pengaruh genetik dan
lingkungan untuk suatu sifat pada masing-masing individu dalam suatu populasi.
Kedua, heritabilitas sebagai ukuran yang menunjukkan tingkat kesamaan
penampilan antara tetua dengan anak-anaknya. Ketiga, heritabilitas
menggambarkan hubungan antara nilai fenotipik dengan nilai pemuliaan (breeding
value) untuk suatu sifat dari individu ternak pada suatu populasi.
Pada pengertian pertama, dicontohkan jika pada suatu
populasi sapi perah diketahui bahwa heritabilitas persentasi protein dalam susu
0,45 tidak berarti bahwa penampilan sifat persentasi protein dalam susu
disebabkan oleh pengaruh genetik 45% dan pengaruh lingkungan 55%, tetapi
perbedaan atau keragaman penampilan sifat tersebut 45% disebabkan oleh
keragaman genetik karena aksi gen aditif antar individu ternak anggota
populasi.
Pada pengertian kedua tentang heritabilitas, makin tinggi
nilai heritabilitas, makin mirip sifat-sifat yang dimiliki tetua dengan
anak-anaknya. Bila seekor tetua ayam memiliki masa produksi telur yang lama,
maka anak-anaknya juga akan memiliki masa produksi telur yang lama. Begitu pula
bila seekor tetua sapi perah memiliki masa laktasi yang pendek, anak-anaknya
akan memiliki masa laktasi yang pendek pula.
Pada pengertian ketiga, nilai
heritabilitas menggambarkan nilai pemuliaan dari seekor ternak karena
heritabilitas merupakan regresi dari nilai pemuliaan ternak terhadap nilai
fenotipiknya.
h2 = bBV. P
|
Keterangan:
h2 =
heritabilitas
bBV =
koefisien regresi nilai pemuliaan ternak terhadap nilai
fenotipiknya
P = nilai fenotipe
suatu sifat
Heritabilitas dapat didefinisikan dalam arti luas dan dalam
arti sempit. Dalam arti luas, heritabilitas diberi simbol h2B,
didefinisikan sebagai rasio keragaman genetik dengan keragaman fenotip:
h2B
= σ2G / σ2P
Heritabilitas
dalam arti luas menjelaskan tentang
keragaman fenotip yang disebabkan oleh adanya keragaman genetik antar
individu dalam populasi. Nilai heritabilitas dalam arti luas:
Karena σ2P
> h2B >
0 , maka 0 < h2B < 1
Heritabilitas
dalam arti sempit diberi simbol h2 , didefinisikan sebagai rasio
dari keragaman yang disebabkan oleh aksi gen aditif dengan keragaman total.
h2
= σ2A / σ2P
Jadi, h2 adalah proporsi dari keragaman
total yang disebabkan oleh perbedaan nilai biak antar individu dalam suatu
populasi.
Nilai
heritabilitas dalam arti sempit dan dalam arti luas:
Karena σ2G
> σ2A
maka 0 < h2 < h2B
< 1
Jadi
kedua nilai heritabilitas berada di antara 0 dan 1, nilai heritabilitas dalam
arti sempit lebih kecil atau sama dengan heritabilitas dalam arti luas.
Suatu sifat memiliki heritabilitas nol artinya semua
keragaman fenotip disebabkan oleh pengaruh lingkungan. Heritabilitas untuk
sifat-sifat yang berhubungan dengan fertilitas rendah berkisar, 0,05 – 0,15.
Dengan demikian keragaman fenotip untuk sifat-sifat tersebut sebagian besar
dipengaruhi oleh lingkungan. Perbaikan penampilan sifat tersebut sebaiknya dilakukan
dengan jalan perbaikan faktor lingkungan, seperti perbaikan sistem
pemeliharaan, perbaikan pakan, perkandangan dan sebagainya. Contoh: produksi
telur ayam sangat dipengaruhi oleh macam sistem pemeliharaan. Pada sistem
pemeliharaan ekstensif tradisional ayam hanya mengalami tiga masa produksi
telur (Prasetyo dkk, 1992). Sedangkan dengan sistem pemeliharaan intensif ayam
dapat bertelur tiap bulan, dengan hanya dua bulan masa kosong (Prasetyo dan
Rozi, 2007).
Heritabilitas suatu sifat sama dengan 1,0 berarti sebagian
besar keragaman dari sifat tersebut dipengaruhi oleh faktor keturunan. Namun
pada kenyataannya tidak ada suatu sifat yang heritabilitasnya sama dengan 1.
Beberapa sifat kuantitatif pada ternak memiliki heritabilitas tinggi, berkisar
antara 0,65 hingga 0,80. Untuk lebih jelasnya lihat Tabel 4.1.
Nilai heritabilitas dapat
digolongkan menjadi tiga tingkatan. Heritabilitas rendah dengan nilai 0 – 0,20,
heritabilitas sedang dengan nilai 0,21 – 0,40, heritabilitas tinggi dengan
nilai di atas 0,40.
Sifat-sifat yang berhubungan dengan fertilitas, seperti
persentase kebuntingan jumlah anak pada babi, kelinci,anjing, dan daya tetas
telur, umumnya memiliki heritabilitas
rendah. Sifat-sifat yang memiliki heritabilitas sedang contohnya produksi susu
dan sifat-sifat pertumbuhan ternak lepas sapih. Sifat-sifat yang diukur pada
saat ternak telah dewasa kelamin, seperti kualitas karkas, bobot dewasa kelamin
memiliki heritabilitas tinggi.
Tabel 4.1. Heritabilitas sifat-sifat pada beberapa spesies
ternak
Spesies
|
Sifat
(traits)
|
Nilai
heritabilitas
|
|
Nilai
|
Kategori
|
||
Babi1)
|
Jumlah anak yang dilahirkan
|
5 -
15
|
Rendah
|
Jumlah anak yang disapih
|
10 –
15
|
Rendah
|
|
Bobot litter saat disapih
|
15 –
20
|
Rendah
|
|
Bobot badan umur 6 bulan
|
20 –
25
|
Sedang
|
|
Laju pertumbuhan dari lepas sapih hingga bobot jual
|
25 -
40
|
Sedang
|
|
Efesiensi pertumbuhan
|
25 -
40
|
Sedang
|
|
Tebal lemak punggung
|
40 -
60
|
Tinggi
|
|
Loin eye area
|
40 -
60
|
Tinggi
|
|
Persen potongan tanpa lemak
|
30 –
50
|
Sedang
- tinggi
|
|
Sapi
|
Jarak beranak
|
5 –
15
|
Rendah
|
pedaging1)
|
Bobot lahir
|
25 –
40
|
Sedang
|
Bobot sapih
|
25 –
35
|
Sedang
|
|
Bobot umur 1 tahun
|
50 –
60
|
Tinggi
|
|
Bobot dewasa
|
50
-60
|
Tinggi
|
|
Laju pertumbuhan (feedlot)
|
45 –
55
|
Tinggi
|
|
Efisiensi pertumbuhan (feedlot)
|
40 –
50
|
Tinggi
|
|
Sifat karkas
|
40 –
60
|
Tinggi
|
|
Loin eye area
|
40 –
60
|
Tinggi
|
|
Sapi
|
Produksi susu
|
20 –
40
|
Sedang
|
Perah1)
|
Persen lemak susu
|
40 –
70
|
Tinggi
|
Bobot lemak susu
|
20 –
40
|
Sedang
|
|
Total bahan padat susu
|
20 –
35
|
Sedang
|
|
Domba1)
|
Persen beranak
|
5 -
10
|
Rendah
|
Bobot lahir
|
15 -
35
|
Rendah
– sedang
|
|
Bobot sapih
|
10 -
35
|
Rendah
– sedang
|
|
Bobot umur 1 tahun
|
30 -
45
|
Sedang
– tinggi
|
|
Bobot dewasa
|
40 -
60
|
Tinggi
|
|
Laju pertumbuhan (feedlot)
|
30 -
40
|
Sedang
|
|
Efisiensi pertumbuhan
|
20 -
45
|
Sedang
– tinggi
|
|
Loin eye area
|
30 –
50
|
Sedang
– tinggi
|
|
Bobot wool
|
30 -
50
|
Sedang
– tinggi
|
Tabel 4.1. (lanjutan)
Diameter wool
|
40 -
55
|
Tinggi
|
||||
Kuda1)
|
Persen beranak
|
5 –
10
|
Rendah
|
|||
Kecepatan lari
|
35
|
Sedang
|
||||
Unggas2)
|
Bobot badan :
|
|||||
Umur 8 minggu
|
35 –
45
|
Sedang
– tinggi
|
||||
Umur 24 minggu
|
50 –
55
|
Tinggi
|
||||
Umur dewasa
|
50 –
55
|
Tinggi
|
||||
Umur dewasa kelamin
|
35 –
45
|
Sedang
– tinggi
|
||||
Bobot telur
|
60
|
Tinggi
|
||||
Produksi telur
|
20
|
Rendah
|
||||
(Sumber: 1)
Sufflebeam, 1989, 2) Warwick dkk., 1984)
4.2. Kegunaan
mengetahui besar nilai heritabilitas
Besar nilai
heritabilitas menentukan macam metode untuk pemuliaan ternak. Untuk sifat-sifat
ternak yang nilai heritabilitasnya tinggi metode seleksi cocok untuk program
pemuliaan ternak. Sebaliknya, program pemuliaan ternak dengan metode kawin
silang luar cocok untuk sifat-sifat ternak yang nilai heritabilitasnya
tinggi.
Kegunaan lain
mengetahui besar nilai heritabilitas adalah untuk mengetahui nilai pemuliaan (breeding value) individu ternak-ternak
yang akan diseleksi, karena ada hubungan antara keduanya.
4.3. Estimasi heritabilitas
Ada tiga metode untuk mengestimasi
heritabilitas: metode regresi tetua – anak, metode pola satu arah, dan metode rancangan
tersarang (nested design)
4.3.1.
Metode regresi tetua – anak
Metode ini membutuhkan data dua generasi, harus ada data
tetua dan data anak. Contoh: bila akan mengestimasi heritabilitas bobot sapih
pada sapi perah, harus ada data bobot sapih dari sejumlah pejantan yang ada dalam suatu kelompok dan bobot sapih
dari keturunan pejantan-pejantan tersebut. Metode ini digunakan pada ternak
unipara (beranak satu ekor dalam satu kelahiran). Pola reproduksinya: pada
suatu populasi setiap pejantan mengawini sejumlah induk, dan dari setiap induk
melahirkan satu anak.
Rumus
untuk menghitung heritabilitas adalah sebagai berikut:
Σxy
h2 = 2b = 2 -----
Σx2
|
Nilai b adalah regresi anak terhadap tetuanya,
didapat dari:
cov
xy Σxy
b = ---------
= -----
σ2x Σx2
Σxy
ΣXY –
(((ΣX)(ΣY))/N)
cov xy = -------
= -----------------------------
N – 1 N - 1
x2 ΣX2 - (ΣX)2
σ2x = ------- = -----------------
N - 1 N - 1
N = jumlah
pasangan tetua-anak
(ΣX)(ΣY)
Σxy = ΣXY - -------------
N
(ΣX)2
Σx2 =
ΣX2 - ------- dan
N
(ΣY)2
Σy2 =
ΣY2 - -------
N
Contoh
penghitungan estimasi heritabilitas untuk sifat bobot badan umur satu tahun
pada sapi jawa.
Tabel 4.2.
Bobot badan tetua dan anak sapi jawa umur satu tahun
No.
|
Bobot
badan umur satu tahun (kg)
|
|||
Tetua
(X)
|
Anak
(Y)
|
XY
|
X2
|
|
1
|
145
|
156
|
22620
|
21025
|
2
|
136
|
166
|
22576
|
18496
|
3
|
139
|
159
|
22101
|
19321
|
4
|
138
|
164
|
22632
|
19044
|
5
|
143
|
154
|
22022
|
20449
|
6
|
150
|
169
|
25350
|
22500
|
7
|
149
|
168
|
25032
|
22201
|
8
|
152
|
156
|
23712
|
23104
|
9
|
160
|
141
|
22560
|
25600
|
10
|
145
|
159
|
23055
|
21025
|
11
|
158
|
168
|
26544
|
24964
|
12
|
153
|
168
|
25704
|
23409
|
13
|
132
|
148
|
19536
|
17424
|
14
|
140
|
151
|
21140
|
19600
|
15
|
156
|
172
|
26832
|
24336
|
16
|
147
|
166
|
24402
|
21609
|
17
|
163
|
164
|
26732
|
26569
|
18
|
160
|
154
|
24640
|
25600
|
Σ
|
2666
|
2883
|
427190
|
396276
|
(Sumber: Kurnianto, 2010)
N = 18; ΣX = 2666;
ΣY = 2883; ΣXY = 427190; ΣX2 = 396276
(2666)2
Σx2 = 396276
- -------- = 1411,78
18
(2666)(2883)
Σxy = 427190 -
----------------- = 185,57
18
Σxy 185,57
Koefisien regresi
(b) = ------ = ----------- = 0,13
Σx2 1411,78
Heritabilitas (h2)
= 2b = 2(0,13) = 0,26
4.3.2.
Metode pola satu arah
Seperti pada metode regresi
tetua-anak, metode pola satu arah juga digunakan pada unipara. Berdasarkan
jumlah anak per pejantan metode ini dibedakan menjadi dua yaitu “desain
seimbang” dan “desain tak seimbang”.
b.1.Desain seimbang
Pada metode ini heritabilitas
dihitung dengan menggunakan analisis ragam pola satu arah. Heritabilitas
diestimasi dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
4σS2
h2 = ------------
σS2 + σW2
|
σS2 =
(KTS – KTW)/k
σW2 =
KTW
KTS = kuadrat
tengah antar pejantan;
KTW
= kuadrat tengah antar anak dalam pejantan
k
= koefisien jumlah anak per pejantan, besarnya sama dengan ni
Tabel
4.3. Analisis
ragam penghitungan heritabilitas
Sumber
keragaman
|
Derajat
bebas (db)
|
Jumlah
kuadrat (JK)
|
Kuadrat
tengah (KT)
|
Kuadrat
tengah harapan (KTH)
|
Faktor koreksi (FK)
|
1
|
FK = (Y..)2/n.
|
||
Antar pejantan (S)
|
S - 1
|
JKS =
Yi2.
∑----
- FK
i ni
|
KTS =
JKS/dbS
|
σW2 + k1 σS2
|
Antar anak dalam pejantan (W)
|
n. -
S
|
JKw =
Y2i.
∑∑Yik2 -∑----
i i i ni
|
KTW =
JKW/dbW
|
σW2
|
Keterangan:
S
= jumlah pejantan
ni
= jumlah anak dari pejantan ke-i
n.
= jumlah total anak
Yik
= data individual dari pengukuran pada individu ke k keturunan pejantan ke-i.
Yi.
= jumlah nilai data dari pejantan ke-i
Y..
= jumlah total nilai dari seluruh data
Contoh 4.1.
Contoh penghitungan heritabilitas bobot lahir pada sapi
potong dengan menggunakan metode pola satu arah.
Pada suatu
peternakan sapi potong, enam pejantan dikawinkan dengan sepuluh betina .
Data bobot lahir dari anak-anaknya disajikan pada Tabel 4.4.
Tabel 4.4. Bobot sapih sapi potong dari enam tetua jantan
dan sepuluh
tetua betina
No.
Urut
|
Pejantan
|
|||||
Anak
|
I
|
II
|
III
|
IV
|
V
|
VI
|
1
|
32.1
|
33.9
|
32.8
|
32.0
|
32.9
|
33.0
|
2
|
33.5
|
31.8
|
32.0
|
33.5
|
29.2
|
32.0
|
3
|
32.8
|
32.2
|
31.7
|
33.1
|
32.0
|
31.4
|
4
|
31.9
|
32.4
|
31.0
|
32.9
|
33.8
|
30.8
|
5
|
32.8
|
32.5
|
29.8
|
31.6
|
31.2
|
30.2
|
6
|
34.0
|
31.8
|
32.9
|
32.9
|
31.4
|
31.2
|
7
|
33.5
|
31.2
|
31.0
|
31.8
|
30.8
|
30.1
|
8
|
32.7
|
32.9
|
32.0
|
33.8
|
31.8
|
29.9
|
9
|
31.1
|
33.9
|
32.2
|
32.0
|
32.2
|
32.6
|
10
|
32.8
|
32.1
|
31.9
|
32.1
|
32.3
|
33.1
|
Yi.
|
327.2
|
324.2
|
317.3
|
325.7
|
317.6
|
315.2
|
(Sumber: Kurnianto, 2010)
Y..
= 32,1 + 33,9 + …….. + 32,6 + 33,1 = 1926,8
n.
= 6 x 10 = 60; ni = k1
= 10
∑∑Yik2=
61943.88
i i
Menghitung Jumlah Kuadrat
Faktor Koreksi (FK)
= (Y..)2/n. = (1926,8)/60 = 61875.97
Yi.2
Jumlah kuadrat
antar pejantan (JKS) =
∑---- -
FK
i ni
= ((327,2)2/10 + …+ (315,2)2/10) - 61875.97
= 61890.4 - 61875.97 = 14,43
Yi.2
Jumlah
kuadrat antar anak dalam pejantan (JKw)
= ∑∑Yik2 -∑----
i
i i ni
= 61943.88 - 61890.4 = 53,48
Kuadrat tengah
antar pejantan (KTS) =
JKS/dbS = (14,43)/5 = 2,86
Kuadrat
tengah antar anak dalam pejantan (KTW) = JKW/dbW
= (53,48)/54 = 0,99
Analisis ragam hasil perhitungan :
Tabel 4.5.
Analisis ragam hasil penghitungan data dari Contoh 4.1.
Sumber
keragaman
|
Derajat
bebas (db)
|
Jumlah
kuadrat (JK)
|
Kuadrat
tengah (KT)
|
Kuadrat
tengah harapan (KTH)
|
Faktor koreksi (FK)
|
1
|
61875.97
|
||
Antar pejantan (S)
|
6 – 1
= 5
|
JKS =14,43
|
KTS = 2,86
|
σW2 + k1 σS2
|
Antar anak dalam pejantan (W)
|
60 – 6 = 54
|
JKw = 53,48
|
KTW = 0,99
|
σW2
|
Penghitungan
ragam:
σW2 = KTW = 0,99
σS2 = (KTS - KTW)/k = (2,86 – 0,99)/10 = 0,187
Nilai
estimasi heritabilitas (h2) = 4 σS2 / (σS2 + σW2) = 4(0,187)/(0,187 + 0,99)
= 0,748/1,777 = 0,635 atau 0,64
Nilai
h2 untuk bobot sapih sapi potong 0,64 ; termasuk heritabilitas yang tinggi.
b.2. Desain tak seimbang
Pada desain seimbang asumsinya adalah
tiap perkawinan antara pejantan dengan induk menghasilkan anak (anak satu).
Pada kenyataannya belum tentu di tiap perkawinan menghasilkan anak. Pada
kondisi yang demikian untuk mengestimasi besarnya heritabilitas digunakan desain tak seimbang. Metode ini
pada dasarnya mirip dengan desain
seimbang, bedanya pada metode ini k1 tidak sama dengan ni.
Untuk menghitung k1 digunakan rumus sebagai berikut:
1 Σni2
k1 = ------ (n. - ----
S - 1 n.
4.3.1. Metode rancangan tersarang
Metode ini dapat
digunakan untuk ternak multipara seperti ayam, babi, kelinci. Pada metode ini
ada beberapa pejantan. Setiap pejantan mengawini beberapa betina. Dari hasil
perkawinan dihasilkan beberapa anak.
c.1. Desain
seimbang
Nilai heritabilitas untuk suatu sifat dipilah untuk
induk dan untuk pejantan.
Rumus
yang digunakan untuk mencari heritabilitas adalah sebagai berikut:
hS2 = 4σS2/( σS2 +
σD2 + σW2)
hD2 = 4σD2/( σS2 +
σD2 + σW2)
|
σW2 = KTW
σD2 = (KTD – KTW)/k1
σS2 = (KTS – (KTW + k2) σD2)/k3
k1 = k2
= koefisien jumlah anak per induk; besarnya sama dengan nij
k3 = koefisien jumlah anak per pejantan;
besarnya sama dengan ni.
Tabel
4.6. Analisis
ragam penghitungan nilai
heritabilitas dengan metode
rancangan tersarang
Sumber
keragaman
|
Derajat
bebas (db)
|
Jumlah
kuadrat (JK)
|
Kuadrat
tengah (KT)
|
Kuadrat
tengah harapan (KTH)
|
Faktor koreksi (FK)
|
1
|
FK = (Y…)2/n..
|
||
Antar pejantan (S)
|
S - 1
|
JKS =
Yi..2
∑----
- FK
i ni.
|
KTS =
JKS/dbS
|
σW2 + k2 σD2 + k2 σS2
|
Antar induk dalam pejantan (D)
|
D - S
|
JKD =
Yi..2
∑∑Yij.2 -∑----
i j i ni.
|
KTD =
JKD/dbD
|
σW2 +
k1 σD2
|
Antar anak dalam induk (W)
|
n.. -
S
|
JKw =
Yij.2
∑∑∑Yijk2 -∑∑----
i j k i j nij
|
KTW =
JKW/dbW
|
σW2
|
Keterangan:
S
= jumlah pejantan
D
= jumlah induk
nij
= jumlah anak dari induk ke-j
ni.
= jumlah total anak dari pejantan ke-i
n..
= jumlah total anak
Yijk
= data individual dari pengukuran pada individu ke-k, hasil keturunan dari
induk ke-j, yang dikawini oleh pejantan
ke-i.
Yij.
= jumlah nilai data dari induk ke-j yang dikawini oleh pejantan ke-i
Yi..
= jumlah nilai data dari pejantan ke-i
Y...
= jumlah total nilai dari seluruh data
Contoh
Soal 4.2.
Pada suatu pusat penelitian ternak akan diestimasi
heritabilitas bobot telur. Dalam penelitian tersebut diambil sampel lima ekor
pejantan. Masing-masing pejantan dikawinkan dengan tiga ekor induk. Dari hasil
perkawinan masing-masing induk menghasilkan telur tetas. Dalam penelitian tersebut dari
masing-masing induk diambil lima butir secara acak. Telur-telur tersebut
ditimbang. Data bobot telur disajikan dalam Tabel 4.7. Berdasarkan data bobot telur tersebut harap
dihitung heritabilitas dari bobot telur.
Tabel 4.7. Data pejantan, induk,
dan bobot telur
Pjtn.
|
Induk
|
Bobot
telur dalam gram
|
Yij.
|
Yi..
|
||||
( i )
|
( j )
|
( k )
|
||||||
I
|
1
|
62,2
|
61,6
|
62,0
|
62,3
|
61,0
|
310,0
|
|
2
|
62,1
|
61,9
|
62,7
|
63,1
|
62,4
|
312,2
|
||
3
|
62,6
|
62,1
|
61,9
|
61,8
|
62,6
|
311,0
|
||
933,2
|
||||||||
II
|
4
|
62,7
|
62,6
|
62,3
|
61,1
|
61,6
|
310,3
|
|
5
|
62,1
|
62,1
|
62,5
|
61,8
|
61,8
|
310,4
|
||
6
|
60,9
|
61,8
|
62,4
|
62,6
|
61,7
|
309,4
|
||
930,1
|
||||||||
III
|
7
|
60,8
|
60,3
|
61,8
|
61,5
|
61,6
|
306,0
|
|
8
|
60,5
|
61,5
|
61,9
|
62,2
|
62,5
|
308,6
|
||
9
|
60,9
|
62,8
|
63,2
|
61,8
|
61,4
|
310,1
|
||
924,7
|
||||||||
IV
|
10
|
62,3
|
63,2
|
62,9
|
62,7
|
63,1
|
314,2
|
|
11
|
62,8
|
62,4
|
61,2
|
62,1
|
62,0
|
310,5
|
||
12
|
63,1
|
62,8
|
61,9
|
62,6
|
62,8
|
313,2
|
||
937,9
|
(Sumber:
Kurnianto, 2010)
Y…
= 3725,9
S
= 4
D
= 12
nij
= 5
ni.
= 15
n..
= 60
k1
= k2 = 5
k3
= 15
∑∑∑Yijk2
= 231398,27
i j k
Penghitungan Jumlah Kuadrat:
Faktor
koreksi (FK) = (Y…)2/n.. = (3725,9)2/60 = 231372,18
Yi..2
Jumlah kuadrat
antar pejantan (JKS) =
∑---- -
FK
i ni.
= ((933,2)2/15
+ (930,1)2/15 + (924,7)2/15 + (937,9)2/15) - 231372,18
= 231378,32 – 231372,18 = 6,14
Yij.2 Yi..2
Jumlah
kuadrat antar induk dalam pejantan (JKD)
= ∑∑ ---- - ∑----
i j nij i ni.
= ((310,0)2/5 +
(312,2)2/5 + … + (313,2)2/5) - 231378,32
= 231382,11 -
231378,32 = 3,79
Yi.2
Jumlah
kuadrat antar anak dalam induk (JKw) = ∑∑∑Yijk2
-∑∑----
i j k
i j ni
= 231398,27 – 231382,11 = 16,16
Penghitungan Kuadrat Tengah:
Kuadrat tengah
antar pejantan (KTS) =
JKS/dbS = 6,14/(4-1) = 0,788
Kuadrat
tengah antar induk dalam pejantan (KTD) = JKD/dbD
= 3,79/(12-4) = 0,47
Kuadrat
tengah antar anak dalam induk (KTW) = JKW/dbW
= 16,16/(60 – 12) = 0,34
Tabel 4.8. Analisis
ragam hasil penghitungan
data dari Contoh 4.2
Sumber
keragaman
|
Derajat
bebas (db)
|
Jumlah
kuadrat (JK)
|
Kuadrat
tengah (KT)
|
Kuadrat
tengah harapan (KTH)
|
Faktor koreksi (FK)
|
1
|
FK = 231372,18
|
||
Antar pejantan (S)
|
4 – 1
= 3
|
JKS = 6,14
|
KTS = 2,05
|
σW2 + k2 σD2 + k3 σS2
|
Antar induk dalam pejantan (D)
|
12 –
4 = 8
|
JKD = 3,79
|
KTD = 0,47
|
σW2 +
k1 σD2
|
Antar anak dalam induk (W)
|
60 –
12 = 48
|
JKw = 6,16
|
KTW = 0,34
|
σW2
|
Penghitungan
ragam:
σW2 = KTW = 0,34
σD2 = (KTD – KTW)/k1 = (0,47 – 0,34)/5 = 0,026
σS2 = (KTS – (KTW +
k2 σD2)/k3 = (2,05 – (0,34 + (5(0,026)))/15 = 0,105
Nilai
heritabilitas :
hS2= 4 σS2 / (σS2 + σD2 + σW2)
= 4(0,105)/(0,105 + 0,026 + 0,34) = 0,89
hD2=
4 σD2 / (σS2 + σD2 + σW2)
= 4(0,026)/(0,105 + 0,026 + 0,34) = 0,22
c.2. Desain tak seimbang
Kondisi
penelitian seperti di atas pada umumnya sulit untuk didapat. Jarang bisa
didapat masing-masing pejantan mengawini betina dengan jumlah yang sama. Begitu
pula sulit mendapatkan sejumlah betina dengan jumlah yang sama. Untuk
mengantisipasi hal tersebut untuk mengestimasi nilai heritabilitas telah disediakan metode desain tak
seimbang.
Desain tak seimbang pada dasarnya sama dengan desain
seimbang. Perbedaannya terletak pada penghitungan koefisien-koefisien (k1, k2,
dan k3).
Rumus-rumus untuk menghitung koefisien-koefisien adalah sebagai berikut:
Σ nij2
j
k1 = (n.. – Σ ------ ) dbD
i
ni.
Σ nij2 ΣΣ nij2
j i j
k2 = (Σ------ –
------ ) dbS
i ni. n..
Σ ni.2
j
k3 = (n.. – ------ ) dbS
n..
Agar metode desain tak seimbang ini lebih dapat dipahami
berikut disajikan contoh penghitungannya. Pada Tabel 4.9 disajikan data pejantan, jumlah induk
yang dikawini
dan jumlah
anak per induk. Berdasarkan data
pada tabel tersebut diestimasi besarnya nilai heritabilitas.
Tabel 4.9. Data pejantan,
jumlah induk yang dikawini dan
jumlah anak per induk
Pejantan
|
Jumlah
induk yang dikawini pejantan
|
Jumlah
anak
per
induk
( nij)
|
Jumlah
anak per pejantan
( ni.)
|
I
|
4
|
3, 6, 5, 8
|
22
|
II
|
6
|
5, 7, 4, 7, 6, 8
|
37
|
III
|
5
|
7, 5, 2, 4, 5
|
23
|
IV
|
3
|
8, 4, 6
|
18
|
V
|
5
|
2, 5, 1, 5, 4
|
17
|
VI
|
4
|
3, 7, 2, 8
|
20
|
(Sumber: Kurnianto, 2010)
Dari Tabel 4.9 dapat diketahui:
n.. = jumlah anak semua =
137
S = jumlah pejantan =
6
D = jumlah induk =
27
dbS = derajat bebas antar pejantan = 6-1 = 5
dbD = derajat bebas antar induk dalam pejantan = 27-6 = 21
Dari data yang ada selanjutnya dapat dihitung ketiga
koefisien tersebut.
Σ nij2
j
k1 = (n.. – Σ ------ ) dbD
i
ni.
32 + 62 + 52 + 82 32 + 72
+ 22 + 82
= (137 – ((-------------------- ) + ……. +
(---------------------)))/21 = 4,87
22
20
Σ nij2 ΣΣ nij2
j i j
k2 = (Σ------ –
------ ) dbS
i ni. n..
32
+ 62 + 52 + 82
+ ……….. + 22 + 82
= ((34,64 -
------------------------------------------------))/5 = 5,75
137
Σ ni.2
j
k3 = (n.. – ------ ) dbS
n..
222 + 372
+ 232 + 182 + 172 + 202
= ((137 -
------------------------------------------))/15 = 22,44
137
Ketiga nilai k hasil penghitungan
dimasukkan ke dalam rumus-rumus penghitungan Jumlah Kuadrat (JK), Kuadrat
tengah (KT), analisis ragam, dan penghitungan ragam. Dari ragam yang didapat
dilakukan estimasi heritabilitas.
4.4. Korelasi Genetik
Ternak memiliki
beberapa sifat yang bernilai ekonomis. Sifat-sifat tersebut ada yang saling
berhubungan atau berkorelasi, ada pula yang tidak saling berhubungan. Korelasi
antar sifat atau korelasi fenotipe dapat disebabkan oleh faktor genetik, faktor
lingkungan atau keduanya. Bentuk
hubungan antar sifat-sifat tersebut ada yang positif, adapula yang
negatif. Pada bentuk hubungan yang
positif, bila suatu sifat ditingkatkan penampilannya lewat seleksi, sifat yang
lain juga akan meningkat pula penampilannya. Contoh: seleksi untuk meningkatkan
penambahan bobot badan per hari pada sapi, akan meningkatkan pula efesiensi
pakan. Pada bentuk hubungan yang negative, peningkatan penampilan suatu sifat
akan menurunkan penampilan sifat yang lain. Contoh: seleksi untuk meningkatkan
produksi susu akan berakibat menurunkan kadar lemak susu. Selain bentuk
hubungan, ada pula tingkat keeratan hubungan. Ada tiga tingkat keeratan
hubungan: rendah, sedang, dan tinggi.
4.4.1. Penyebab genetik terjadinya korelasi
genetik
Korelasi
genetik antar sifat pada ternak terjadi karena dua hal. Pertama karena gen yang
bersifat pleiotropik (pleiotropic gen),
kedua karena gen berangkai (linked gen).
Menurut Lasley (1978) pleiotropi adalah penyebab utama terjadinya korelasi genetik.
Dalam suatu lengan kromosom terdapat gen yang sangat banyak. Semua gen-gen
tersebut mengekspresikan dirinya. Ada tiga kategori gen-gen untuk
mengekspresikan dirinya. Pertama, satu gen mengekspresikan satu sifat. Kedua,
satu gen mengekspresikan banyak sifat. Ketiga, beberapa gen mengekspresikan
satu sifat. Gen-gen yang termasuk dalam kategori yang kedua disebut sebagai gen
pleiotropik. Yang termasuk dalam kategori ketiga adalah adalah gen-gen
berangkai. Gen-gen tersebut lokusnya saling berdekatan. Kondisi yang demikian
menyebabkan gen-gen tersebut tidak pernah terpisah oleh adanya crossing over
selama sinapsis pada saat terjadi pembelahan secara meiosis. sehingga gen-gen
tersebut selalu bersama-sama seolah-olah menjadi satu unit. Dengan demikian
pada saat pewarisan sifat dari tetua kepada keturunannya rangkaian gen tersebut
tidak terpisah, tetap bersama-sama. Hal tersebut yang menyebabkan terjadinya
korelasi genetik.
4.4.2. Macam dan sifat hubungan antar sifat
serta kaitannya dengan seleksi
Macam hubungan atau korelasi antar sifat dapat
positif, negatif, atau tidak ada sama
sekali hubungan. Hubungan yang positif atau negatif masing-masing dapat bersifat :
ü tinggi : dengan koefisien
korelasi >0,50 - 1,00
ü sedang: dengan koefisien
korelasi >0,25 – 0,50
ü rendah: dengan koefisien
korelasi 0,05 – <0,25.
Pengetahuan
tentang korelasi antar sifat sangat
diperlukan dalam pelaksanaan seleksi
agar seleksi dapat dilakukan secara ekonomis, menghasilkan respon seleksi yang maksimal
dalam waktu yang relatif singkat.
Tabel 4.10 memaparkan sifat dan
macam hubungan antar sifat-sifat
ekonomis pada beberapa spesies ternak.
Tabel 4.10. Korelasi genetik
antar sifat-sifat ekonomis pada ternak
Ternak
|
Sifat
ternak
|
Korelasi
Genetik
|
|
Sifat
1
|
Sifat
2
|
||
Sapi perah
|
Produksi susu
|
Efisiensi
produksi
|
0
|
Produksi susu
|
Produksi lemak
|
T+
|
|
Produksi susu
|
Persen lemak
|
S-
|
|
Produksi susu
|
Produksi
protein
|
T
+
|
|
Produksi susu
|
Efisien pakan
|
T
+
|
|
Produksi susu
|
Ukuran tubuh
dewasa
|
R
+ atau -
|
|
Persen lemak
|
Persen protein
|
||
Sapi potong
|
Berat lahir
|
Kesukaran
melahirkan
|
S
+
|
Berat lahir
|
Berat sapih
|
S
+
|
|
Berat lahir
|
Berat umur 1
tahun
|
S
+
|
|
Berat lahir
|
Berat dewasa
|
S
+
|
|
Berat sapih
|
Laju kenaikan
berat
|
S
+
|
|
setelah
disapih
|
|||
Laju kenaikan
berat
|
Efisiensi
pakan
|
T
+
|
|
setelah
disapih
|
|||
Produksi
daging tanpa lemak
|
Laju kenaikan
berat setelah disapih
|
S
+
|
|
(lanjutan Tabel 4.10)
Domba
|
Berat lahir
|
Berat sapih
|
S
+
|
Berat sapih
|
Berat dewasa
|
S
+
|
|
Laju kenaikan
berat setelah disapih
|
Efisiensi
pakan
|
T
+
|
|
Berat dewasa
|
Produksi wool
|
R
– sampai S+
|
|
Hasil wool
|
Kehalusan
serat wool
|
R
-
|
|
Panjang serat
wool
|
Kehalusan
serat wool
|
R
-
|
|
Babi
|
Jumlah anak
disapih
|
Laju kenaikan
berat setelah disapih
|
R
+
|
Berat sapih
|
Laju kenaikan
berat setelah disapih
|
R
+
|
|
Laju kenaikan
berat setelah disapih
|
Efisiensi
pakan
|
S
+
|
|
Laju kenaikan
berat setelah disapih
|
Tebal lemak
punggung
|
R
-
|
|
Tebal lemak
punggung
|
Daging tanpa
lemak
|
T
-
|
|
Ayam
|
Laju kenaikan
berat
|
Efisiensi
pakan
|
T
+
|
Berat umur 8
minggu
|
Bobot badan
dewasa
|
T
+
|
|
Berat umur 8
minggu
|
Umur saat
bertelur pertama kali (hari)
|
R
-
|
|
Berat umur 8
minggu
|
Berat telur
awal bertelur
|
R
+
|
|
Berat umur 8
minggu
|
Berat telur
umur dewasa
|
S
+
|
|
Umur saat
bertelur pertama kali (hari)
|
“Hen housed”
produksi telur sampai umur 46 minggu
|
R
-
|
|
Umur saat
bertelur pertama kali (hari)
|
Produksi telur
sampai umur 46 minggu per induk yang hidup
|
T
-
|
|
Umur saat
bertelur pertama kali (hari)
|
Berat telur
umur dewasa
|
R
+
|
|
Produksi telur
per tahun
|
Berat telur
umur dewasa
|
R
-
|
|
Produksi telur
jangka pendek
|
Produksi telur
selama 300 hari
|
T
+
|
(lanjutan Tabel 4.10)
Produksi telur
jangka pendek
|
Produksi telur
per tahun
|
S
+
|
|
Bobot badan
dewasa
|
Produksi telur
dari induk yang hidup per tahun
|
R
– sampai R +
|
|
Bobot badan
dewasa
|
Ukuran telur
|
S
+
|
(Sumber: Warwick dkk. 1984)
R (Rendah) , S (Sedang) , T (Tinggi), - = korelasi negatif, + = korelasi positif
Korelasi genetik antar
sifat yang lemah dapat terjadi karena sedikit gen yang sama yang mempengaruhi
dua sifat. Contoh: tipe ternak dan penampilan produksi ternak sapi potong. Dalam
keadaan demikian pelaksanaan seleksi
terhadap tipe ternak tidak akan
mempengaruhi penampilan produksi. Begitu pula sebaliknya seleksi terhadap
penampilan ternak tidak akan mempengaruhi tipe ternak.
Keeratan hubungan atau korelasi antar
dua sifat atau fenotipe dinyatakan sebagai koefisien korelasi fenotipe (rP).
Rumus untuk menghitung korelasi fenotip adalah sebagai berikut:
CovP
rP = ---------------
σPX σPY
|
Keterangan:
CovP = Peragam (covariance) dari sifat X dan sifat
Y
σPX = Keragaman sifat X
σPY = Keragaman sifat Y
Manfaat lain dari mengetahui korelasi genetik
antar sifat adalah untuk menentukan tekanan optimum pada pelaksanaan seleksi sifat-sifat yg berbeda. Dari Tabel 7 dapat diketahui bahwa bobot
lahir berkorelasi positif dengan bobot dewasa, berkorelasi positif pula dengan
kesukaran melahirkan. Dengan mengetahui sifat dan besar korelasi antar
sifat-sifat tersebut dapat diprogramkan bobot lahir optimal agar bobot dewasa
kelak cukup besar, tetapi pada saat kelahiran tidak ada kesulitan.
4.4.3. Interaksi genotip dengan lingkungan
Konsep korelasi genetik
dapat diaplikasikan untuk pemecahan masalah yang berhubung dengan interaksi
genotip dengan lingkungan.
Interaksi genotip
dengan lingkungan dapat berarti bahwa suatu bangsa ternak dengan genotip
tertentu berpenampilan unggul pada suatu lingkungan tidak akan berpenampilan sama di lingkungan yang
berbeda.
Contoh: Bangsa sapi perah yang
berproduksi susu tinggi di iklim dengan empat
musim tidak akan berpenampilan sama bila ditempatkan di iklmi tropis.
Contoh di atas
memunculkan pertanyaan: Bila seleksi dilaksanakan di pusat penelitian dengan
kondisi lingkungan yang kondusif (pakan,
menejemen dll bagus), apakah hasil seleksi yang berupa ternak unggul bila
ditempatkan di daerah yang tidak kondusif juga akan menghasilkan keturunan yang
unggul ? Atau, apakah sebaiknya seleksi dilaksanakan di kondisi lingkungan yang
tidak kondusif dimana ternak-ternak
tersebut hidup berkembangbiak? Ide tentang
korelasi genetik memberi jalan pemecahan masalah tersebut.
Suatu
sifat yang diukur pada lingkungan yang berbeda dinyatakan sebagai dua sifat,
bukan satu sifat, karena mekanisme faali berbeda. Hal tersebut terjadi karena gen
yang dibutuhkan untuk berpenampilan unggul di masing-masing lingkungan berbeda.
Contoh, pada sifat
tingkat pertumbuhan badan: sifat ini ditentukan oleh banyak gen. Pada
suatu daerah dengan kondisi pakan yang rendah mutunya, untuk menghasilkan
ternak unggul akan terpilih gen-gen yang berperanan dalam efisiensi penggunaan
pakan. Dengan demikian frekuensi gen yang berperanan dalam efisiensi penggunaan
pakan meningkat. Dengan perkataan lain, makin banyak individu ternak yang
memiliki gen tersebut. Sebaliknya, di daerah lain dengan kondisi pakan bermutu tinggi, untuk menghasilkan
ternak unggul akan terpilih gen-gen yang berperanan dalam nafsu makan. Pada
daerah tersebut makin banyak individu ternak yang memiliki gen yang berperanan
dalam nafsu makan.
4.4.4. Metode
Pengestimasian Korelasi
Genetik
Berhubung
pengestimasian korelasi genetik menyangkut dua sifat yang masing-masing
beragam, maka penghitungannya harus bertahap. Tahap pertama dilakukan analisis
ragam untuk masing-masing sifat, tahap kedua dilakukan analisis peragam. Hasil analisis peragam
digunakan untuk menghitung koefisien korelasi genetik.
Untuk lebih memahami
metode estimasi korelasi genetik diberikan contoh soal sebagai berikut:
Pada suatu peternakan
kambing akan dilakukan penelitian tentang adanya korelasi antara bobot sapih.
Dari hasil ini bilamana terdapat korelasi positif akan dilakukan seleksi bobot
sapih guna menghasilkan bobot sapih yang berat. Dalam penelitian digunakan tiga
pejantan. Tiap pejantan mengawini tiga betina, setiap induk menghasilkan tiga anak.
Data bobot anak telah distandarisasi ke tipe kelahiran tunggal, jenis kelamin
jantan dan
umur induk pada saat melahirkan. Data bobot lahir dan bobot sapih disajikan ke
dalam Tabel 4.11.
Tabel 4.11. Bobot lahir dan bobot sapih anak kambing
Pejantan
|
Induk
|
Bobot
anak kambing (kg)
|
|
Bobot
lahir (X)
|
Bobot
sapih (Y)
|
||
Pejantan
1
Jumlah
|
Induk
1
Jumlah
|
3.2
|
8.8
|
3.4
|
9.0
|
||
3.0
|
8.7
|
||
3.2
|
8.8
|
||
12.8
|
35.3
|
||
Induk
2
Jumlah
|
2.9
|
8.8
|
|
2.8
|
8.4
|
||
2.9
|
8.9
|
||
3.0
|
9.0
|
||
11.6
|
35.1
|
||
Induk
3
Jumlah
|
3.0
|
8.8
|
|
3.1
|
8.8
|
||
3.4
|
9.1
|
||
3.3
|
9.1
|
||
12.8
|
35.8
|
||
37.2
|
106.2
|
||
(lanjutan Tabel 4.11)
Pejantan
2
Jumlah
|
Induk
4
Jumlah
|
3.5
|
9.5
|
3.4
|
9.4
|
||
3.3
|
9.0
|
||
3.1
|
8.9
|
||
13.3
|
36.8
|
||
Induk
5
Jumlah
|
3.2
|
9.0
|
|
3.3
|
9.2
|
||
3.4
|
9.5
|
||
3.5
|
9.6
|
||
13.4
|
37.3
|
||
Induk
6
Jumlah
|
2.9
|
8.8
|
|
2.8
|
8.6
|
||
3.3
|
9.2
|
||
3.1
|
9.5
|
||
12.1
|
36.1
|
||
38.8
|
110.2
|
||
Pejantan
3
Jumlah
|
Induk
7
Jumlah
|
2.8
|
8.7
|
2.7
|
8.8
|
||
2.9
|
9.1
|
||
3.1
|
9.0
|
||
11.5
|
35.8
|
||
Induk
8
Jumlah
|
2.6
|
8.7
|
|
2.7
|
8.8
|
||
2.8
|
9.1
|
||
2.8
|
9.0
|
||
10.9
|
35.6
|
||
Induk
9
Jumlah
|
3.0
|
9.0
|
|
3.1
|
9.2
|
||
3.2
|
9.4
|
||
3.2
|
9.4
|
||
12.5
|
37.0
|
||
34.9
|
108.2
|
(Sumber: Kurnianto, 2010)
Tahap I (Penghitungan Analisis Ragam)
a.
Penghitungan analisis ragam
data bobot lahir (sifat pertama):
Dari data pada Tabel 4.11 dapat diketahui:
S = 3 (jumlah pejantan)
Koefisien k1 = k2 = 4 (data jumlah anak per
induk)
Koefisien k3 = 12 (data jumlah anak per pejantan)
Derajat bebas antar pejantan (dbS) = S – 1 = 3 - 1
Derajat bebas antar induk dalam pejantan (dbD) = D – S =9 –
3 = 6
Derajat bebas antar anak dalam induk (dbD) = n.. - D = 36 –
9 = 27
n..
= jumlah total anak = 36
ni.
= jumlah anak dari induk k-j yang dikawini pejantan ke-I = 4
X…
= jumlah bobot lahir semua anak kambing
= 3,2 + 3,4 + 3,0 + ….. + 3,1 + 3,2 +
3,2 = 110,9
(Xi..)2
Σ --------- =
((37,2)2 + (38,8)2 + (34,9)2) / 12 = 342,2742
i ni.
(Xi..)2
ΣΣ ------ = ((12,8)2
+ (11,6)2 + ……. + (10,9)2 + (12,5)2) / 4 =
1372,41
i j nij
ΣΣΣ(Xijk)2
= (3,2)2 + (3,4)2 + ……. + (3,2)2 + (3,2)2
= 343,73
i
j k
Penghitungan jumlah kuadrat:
Faktor koreksi (FK)
= (X…)2 / n.. = 110,9/36 = 341,6336
(X…)2
JK antar
pejantan (JKS) = Σ------ - FK
= 342,27 – 341,63 = 0,6406
i ni.
(Xij.)2 (Xi..)2
JK antar
induk dalam pejantan (JKD) = ΣΣ-------- - Σ-------
i
j nij i ni.
= 343,1025 – 342,2742 =
0,8283
(Xij.)2
JK antar
anak dalam induk (JKW) = ΣΣΣ(Xijk)2 – ΣΣ-------
i j k i
j nij
= 343,73 – 343,1025 =
0,6275
Penghitungan
kuadrat tengah (KT):
KTS = JKS/DBS
= 0,6406 / 2 = 0.3203
KTD = JKD/DBD
= 0,8283 / 6 = 0,1381
KTW = JKW/DBW
= 0,6275 / 27 = 0,0232
Penghitungan ragam (σ2):
σ2W
= KTW = 0,0232
σ2D
= (KTD - KTW) / k1
= (0,1381 – 0,0232) / 4 = 0,0287
σ2S=
(KTS – (σ2W
+ k2σ2D))
/ k3 = (0.3203 – (0,0232 + 4(0,0287 )) / 12 = 0,0151
b.
Penghitungan analisis ragam
data bobot sapih (sifat kedua)
Cara
penghitungan analisis ragam untuk data bobot sapih atau sifat kedua sama dengan
pada bobot lahir. Dari data yang didapat dihasilkan:
X…
= jumlah bobot sapih semua anak kambing
= 8,9 + 9,0 + 8,7 + ….. + 9,2 + 9,4 + 9,5 = 324,6
(Xi..)2
Σ --------- =
((106,2)2 + (110,2)2 + (108,2)2) / 12 =
2927,4767
i ni.
(Xij.)2
ΣΣ------ = ((35,3)2
+ (35,1)2 + ……. + (35,6)2 + (37,0)2) / 4 =
2928,0500
i j nij
ΣΣΣ(Xijk)2
= (8,8)2 + (9,0)2 + ……. + (9,4)2 + (9,4)2
= 2929,68
i j k
Penghitungan jumlah kuadrat (JK):
Faktor koreksi (FK) = (X…)2
/ n.. = (324,6)2/36 = 2926,8100
(X…)2
JK antar
pejantan (JKS) = Σ------ - FK
= 2927,4767 – 2926,8100= 0,6667
i ni.
(Xij.)2
(Xi..)2
JK antar
induk dalam pejantan (JKD) = ΣΣ-------- - Σ-------
i j nij i ni.
= 2928,0500 – 2927,4767 = 0,5733
(Xij.)2
JK antar
anak dalam induk (JKW) = ΣΣΣ(Xijk)2 -
ΣΣ-------
i j k i j nij
= 2929,68 – 2928,0500 = 1,6300
Penghitungan
kuadrat tengah (KT):
KTS = JKS/DBS = 0,6667 / 2 = 0.3333
KTD = JKD/DBD = 0,5483 / 6 = 0,0956
KTW = JKW/DBW
= 1,7775 / 27 = 0,0604
Penghitungan
ragam (σ2):
σ2W
= KTW = 0,0604
σ2D
= (KTD - KTW) / k1
= (0,0956- 0,0604) / 4 = 0,0088
σ2S=
(KTS – (σ2W
+ k2σ2D))
/ k3 = (0.3333- (0,0604+ 4(0,0088)) / 12 = 0,0198
Tahap II. Penghitungan analisis peragam antara data penampilan bobot lahir dan
bobot
sapih:
Dalam penghitungan ini Jumlah Kuadrat
digantikan dengan Jumlah Hasil Kali (JHK), dan Kuadrat Tengah digantikan dengan
Hasil Kali Rata-rata (HKR).
(Xi..)(Y..)
Σ ------------- = ((37,2)(106,2) + (38,8)(110,2)
+ (34,9)(108,2)) / 12 = 1000,215
i ni.
(Xij.)
(Yij.)
ΣΣ------------- = ((12,8)(35,3) + (11,6)(35,1)
+ ……+ (10,9)(35,5) + (12,5)(37,1)) / 4
i j nij
= 1000,8215
ΣΣΣ(Xijk) (Yijk) = (3,2)(8,8)
+ (3,4)(9,0) + ……. + (3,2)(9,4) + (3,2)(9,5) = 1001,69
i j k
Penghitungan Jumlah Hasil Kali (JHK)
Faktor koreksi (FK) = (X…)(Y…)
/ n.. = (110,9)(324,6)/36 = 999,9483
(X…)( Y…)
JHK
antar pejantan (JHKS) = Σ------------- - FK = 1000,215 – 999,9483= 0,2667
i ni.
(Xij.)( Yij.) (Xi..)( Yi..)
JHK
antar induk dalam pejantan (JHKD) = ΣΣ-------------- -
Σ-------------
i j
nij i ni.
= 1000,8215 – 1000,215
= 0,5975
(Xij.)( Yij.)
JHK antar
anak dalam induk (JHKW) = ΣΣΣ(Xijk)(Yijk) -
ΣΣ------------
i j k i
j nij
= 1001,69 – 1000,8215 = 0,8775
Penghitungan
Hasil Kali Rata-rata (HKR):
HKR S = JHKS/DBS = 0,2667 / 2 = 0.1333
HKR D = JHKD/DBD = 0,5975 / 6 = 0,0996
HKR W = JHKW/DBW
= 0,8775 / 27 = 0,0325
Penghitungan Peragam (Cov):
CovW = HKR W = 0,0325
CovD = (HKR D - HKR W) / k1 = (0,0996-
0,0325) / 4 = 0,0168
CovS= (HKR S – (CovW
+ k2CovD)) / k3 = (0.1333- (0,0325+ 4(0,0168))
/ 12 = 0,0337
Penghitungan koefisien korelasi genetik
(rg):
4 CovS 4(0,0337)






Korelasi genetik (rg) yang
benar: minimum mendekati nol, dan
maksimum adalah mendekati angka satu. Hasil penghitungan di atas nilai rg
lebih dari satu. Kejadian demikian
kadang-kadang terjadi karena kesalahan pengambilan
contoh, kesalahan pendataan, atau karena keragaman lingkungan.
Contoh di atas digunakan data hipotetik, bukan data sebenarnya. Yang penting
dari sajian contoh di
atas mahasiswa tahu cara menghitung atau mengestimasi besar nilai korelasi
genetik.
4.5. Ripitabilitas
Parameter ketiga sesudah korelasi genetik adalah
ripitabilitas, yang menggambarkan adanya tingkat hubungan antar ukuran suatu sifat pada individu ternak yang sama yang diukur
lebih dari satu kali pada waktu yang berbeda. Contoh: hubungan antara besar
liter pada kelahiran pertama dengan kelahiran berikutnya, hubungan antara
rata-rata banyaknya produksi susu pada suatu masa laktasi dengan masa-masa
laktasi berikutnya, hubungan antara rata-rata banyaknya produksi wol pada
pencukuran pertama dengan pada pencukuran-pencukuran berikutnya.
Pada
produksi susu, efek gen-gen yang mempengaruhi produksi susu pada seekor sapi
perah pada laktasi pertama diasumsikan akan mempengaruhi produksi susu pada
laktasi berikutnya.
Seperti halnya heritabilitas, ripitabilitas juga
didefinisikan sebagai rasio dari komponen ragam. Tetapi rasio tersebut
tergantung pada keragaman lingkungan. Ada dua pengaruh lingkungan (E): pengaruh
lingkungan permanen (PE) dan pengaruh lingkungan temporer (TE) . Contoh:
pemberian pakan yang berkualitas jelek pada calon sapi perah akan berpengaruh
pada pertumbuhan jaringan pembuat air susu. Ini akan berpengaruh permanen pada
produksi air susu. Sedangkan gangguan sesaat pada waktu sapi diperah susunya
sehingga produksinya sedikit adalah pengaruh lingkungan yang temporer. Begitu
gangguan tersebut tidak ada pada pemerahan berikutnya produksi susu akan
kembali seperti semula.
Dalam bahasa matematika: E = PE + TE
Keragaman lingkungan
juga dibagi dua:
σ2E
= σ2PE + σ2TE
Sehingga
: σ2P = σ2G
+ σ2PE + σ2TE
Ripitabilitas (r)
adalah rasio:
σ2G + σ2PE
r =
-----------------------------
σ2G + σ2PE
+ σ2TE
Ripitabilitas berguna untuk memprediksi produksi ternak
untuk masa produksi mendatang. Contoh: produksi susu pada masa-masa laktasi
mendatang dapat diprediksi dengan
memiliki catatan rata-rata produksi (record) susu pada masa laktasi pertama dan
catatan rata-rata produksi pada masa laktasi berikutnya
Tabel 4.12. Nilai ripitabilitas
pada beberapa spesies ternak
Spesies
ternak
|
Sifat
ternak
|
Ripitabilitas
(%)
|
|
Sapi potong
|
Berat lahir
|
20 –
30
|
|
Berat sapih
|
30 –
50
|
||
Sapi perah
|
Produksi susu
|
40 –
60
|
|
Persen lemak susu
|
50 –
75
|
||
Jarak beranak
|
5 –
10
|
||
Service per conception
|
5 –
10
|
||
Kambing perah
|
Produksi susu
|
40 –
70
|
|
Persen lemak susu
|
60
-80
|
||
Kerbau perah
|
Produksi
susu
|
35 –
50
|
|
Jarak beranak
|
0 –
10
|
||
Domba
|
Jumlah anak sepelahiran
|
30 –
40
|
|
Jumlah anak saat sapih
|
6 –
10
|
||
Bobot lahir
|
30
-40
|
||
Laju kenaikan bobot badan hingga disapih
|
35 –
40
|
||
Bobot wool
|
30 –
50
|
||
Kehalusan, panjang serat, keriting
|
50 –
80
|
||
Babi
|
Jumlah anak sepelahiran
|
10 –
15
|
|
Jumlah dan bobot anak saat sapih
|
5 –
15
|
||
Unggas
|
Produksi telur (ayam yang sama dalam periode
telur yang berurutan)
|
60 –
80
|
|
Kualitas telur (pada hari yang berbeda,
dalam periode telur yang sama)
|
|||
Bobot telur
|
80
-90
|
||
Bentuk telur
|
80 –
90
|
||
Ketebalan kerabang
|
60 –
80
|
||
(Sumber: Warwick, dkk., 1984)
4.5.1. Estimasi Ripitabilitas
Metode pengestimasian
ripitabilitas berdasarkan banyaknya kali pencatatan, ada yang dua kali
pencatatan, ada pula yang tiga kali pencatatan. Untuk yang dua kali pencatatan
untuk mengestimasi ripitabilitas digunakan korelasi antar kelas (interclass correlation), sedangkan yang
tiga kali pencatatan digunakan korelasi dalam kelas (intraclass correlation).
a.
Korelasi antar kelas
Pada
metode ini nilai ripitabilitas dihitung dengan menggunakan rumus sebagai
berikut:
![]()
ΣXY – ((ΣX)(ΣY)) / n
![]() ![]() ![]() |
Keterangan:
r = ripitabilitas
X = nilai suatu sifat pada pengukuran pertama
Y = nilai suatu sifat pada pengukuran kedua
n = jumlah individu
yang diukur sifatnya
Contoh
penghitungan estimasi ripitabilitas:
Pada suatu kelompok ternak, setiap anggota kelompok
memiliki dua catatan, masing-masing catatan dilakukan pada waktu yang berbeda.
Pada Tabel 4.13 ada catatan data tentang produksi susu dari 18 ekor sapi perah pada masa laktasi pertama
dan laktasi kedua.
Tabel 4.13. Produksi susu dari
18 induk sapi perah pada laktasi I dan laktasi II
Induk
|
Produksi
susu (liter)
|
||||
Laktasi
I (X)
|
Laktasi
II (Y)
|
XY
|
X2
|
Y2
|
|
1
|
3650
|
4672
|
17052800
|
13322500
|
21827584
|
2
|
3509
|
4740
|
16632660
|
12313081
|
22467600
|
3
|
4198
|
5114
|
21468572
|
17623204
|
26152996
|
4
|
5780
|
6549
|
37853220
|
33408400
|
42889401
|
5
|
3986
|
5021
|
20013706
|
15888196
|
25210441
|
6
|
6896
|
6323
|
43603408
|
47554816
|
39980329
|
7
|
6040
|
6992
|
42231680
|
36481600
|
48888064
|
8
|
4576
|
5366
|
24554816
|
20939776
|
28793956
|
9
|
4964
|
4258
|
21136712
|
24641296
|
18130564
|
10
|
5367
|
6312
|
33876504
|
28804689
|
39841344
|
11
|
6064
|
5949
|
36074736
|
36772096
|
35390601
|
12
|
6642
|
6384
|
42402528
|
44116164
|
40755456
|
13
|
5723
|
5030
|
28786690
|
32752729
|
25300900
|
14
|
5868
|
6806
|
39937608
|
34433424
|
46321636
|
15
|
4672
|
4383
|
20477376
|
21827584
|
19210689
|
16
|
4980
|
6099
|
30373020
|
24800400
|
37197801
|
17
|
4834
|
6198
|
29961132
|
23367556
|
38415204
|
18
|
4611
|
4055
|
18697605
|
21261321
|
16443025
|
Jumlah
|
92360
|
100251
|
525134773
|
490308832
|
573217591
|
(Sumber:
Kurnianto, 2010)
ΣX
= 92360;
ΣY = 100251; ΣXY = 525134773;
ΣX2
= 490308832; ΣY2 = 573217591
ΣXY – ((ΣX)(ΣY)) / n



525134773 –
((92360)( 100251)) / 18



(490308832 –
(92360)2/18)( 573217591 – (100251)2/18)
= 0,687
Nilai r = 0,687
artinya tagam produksi susu dari induk-induk sapi perah disebabkan oleh
perbedaan antar individu induk-induk tersebut.
b.
Korelasi dalam kelas
Untuk sifat yang
diukur lebih dari dua kali pada tiap individu ternak digunakan analisis ragam.
Pada metode ini untuk mengestimasi ripitabilitas digunakan rumus sebagai
berikut:
r = σb2 / (σb2 + σw2)
|
Keterangan:
r =
nilai ripitabilitas
σb2 = ragam antar individu
σw2 = ragam antar fenotipe dalam individu
Analisis ragam untuk mengestimasi nilai ripitabilitas
digunakan tabel analisis ragam.
Tabel 4.14. Analisis ragam untuk
mengestimasi nilai ripitabilitas
Sumber
keragaman
|
Derajat
bebas (db)
|
Jumlah
kuadrat (JK)
|
Kuadrat
tengah (KT)
|
Kuadrat
tengah harapan (KTH)
|
Faktor koreksi (FK)
|
1
|
FK = (Y..)2/m.
|
||
Antar individu (b)
|
n - 1
|
JKb =
Yi.2
∑----
- FK
i mi
|
KTb =
JKb/dbb
|
σW2 + k1 σb2
|
Pengukuran dalam individu (W)
|
n (m.
– 1)
|
JKw =
Yi.2
∑∑Yij2 -∑----
ij ij i mi
|
KTW =
JKW/dbW
|
σW2
|
Keterangan:
n = jumlah individu
yang diamati
mi =
jumlah data fenotipe dari indnvidu ke i
m. = jumlah total data fenotipe dari seluruh
individu yang diamati
k1 = jumlah data catatan per individu
Untuk memudahkan
pemahaman disajikan contoh soal berikut:
Dari
hasil estimasi nilai ripitabilitas dengan dua catatan laktasi pada perusahaan
sapi perah, seorang peneliti belum puas. Dia ingin meyakinkan bahwa estimasi
yang telah dilakukan lebih mendekati kebenaran. Untuk itu dia melakukan satu
kali lagi dengan cara melaksanakan pengamatan hasil produksi susu pada masa
laktasi ketiga. Hasil catatan produksi pada tiga masa laktasi disajikan pada
Tabel 4.16.
Bantulah peneliti tersebut untuk mengestimasi besar nilai ripitabilitas.
Tabel 4.15. Produksi susu dari 18 induk sapi perah pada
laktasi I, II dan II
Induk
(ni)
|
Produksi
susu (liter)
|
|||||
Laktasi
I
|
Laktasi
II
|
Laktasi
III
|
ΣY
atau
Yi.
|
ΣY2
|
(ΣY)2/mi
|
|
(Y1)
|
(Y2)
|
(Y3)
|
||||
1
|
3650
|
4672
|
4536
|
12858
|
55725380
|
55109388
|
2
|
3509
|
4740
|
4399
|
12648
|
54131882
|
53323968
|
3
|
4198
|
5114
|
6088
|
15400
|
80839944
|
79053333.3
|
4
|
5780
|
6549
|
6301
|
18630
|
116000402
|
115692300
|
5
|
3986
|
5021
|
4716
|
13723
|
63339293
|
62773576.3
|
6
|
6896
|
6323
|
6897
|
20116
|
135103754
|
134884485
|
7
|
6040
|
6992
|
6690
|
19722
|
130125764
|
129652428
|
8
|
4576
|
5366
|
5412
|
15354
|
79023476
|
78581772
|
9
|
4964
|
4258
|
4824
|
14046
|
66042836
|
65763372
|
10
|
5367
|
6312
|
6843
|
18522
|
115472682
|
114354828
|
11
|
6064
|
5949
|
6501
|
18514
|
114425698
|
114256065
|
12
|
6642
|
6384
|
6922
|
19948
|
132785704
|
132640901
|
13
|
5723
|
5030
|
5998
|
16751
|
94029633
|
93532000.3
|
14
|
5868
|
6806
|
7299
|
19973
|
134030461
|
132973576
|
15
|
4672
|
4383
|
4446
|
13501
|
60805189
|
60759000.3
|
16
|
4980
|
6099
|
6601
|
17680
|
105571402
|
104194133
|
17
|
4834
|
6198
|
6876
|
17908
|
109062136
|
106898821
|
18
|
4611
|
4055
|
4348
|
13014
|
56609450
|
56454732
|
Jumlah
|
92360
|
100251
|
105697
|
298308
|
1703125086
|
1690898681
|
(Sumber: Kurnianto, 2010)
m. = 54; Y..
= 298308; ΣΣYij2
= 1703125086
Yi.2
∑---- = 1690898681
i mi
Tabel
4. 16. Analisis ragam penghitungan
ripitabilitas dengan metode korelasi
dalam
kelas
Sumber
keragaman
|
Derajat
bebas (db)
|
Jumlah
kuadrat (JK)
|
Kuadrat
tengah (KT)
|
Kuadrat
tengah harapan (KTH)
|
Faktor koreksi (FK)
|
1
|
FK = (298306)2/ 54
= 1647919683
|
||
Antar individu (b)
|
18 –
1= 17
|
JKb = (((12858)2 +(12648)2 + … +
(13014)2)/3) – 1647919683 = 42978999
|
KTb =
42978999/17 = 2528176,4
|
σW2 + k1 σb2
|
Pengukuran dalam individu (W)
|
18 (3
– 1) = 36
|
JKw = 1703125086 – 1690898681 =
12226205
|
KTW =
12226205/36 = 339622,4
|
σW2 = KTW =
339622,4
|
σb2 = (KTb – KTw)/k1 = (2528176,4 -
339622,4) / 3 = 729518
r = σb2 / (σb2 + σW2) = 729518 / (729518 + 339622,4) = 0,682
Hasil
penghitungan estimasi ripitabilitas produksi susu ( r) sama dengan 0,682.
Bandingkan dengan hasil estimasi ripitabilitas dengan menggunakan dua catatan!
Penghitungan
estimasi ripitabilitas di atas dilakukan bilamana jumlah pengukuran frekuensi
pengukuran per individu sama banyak (desain seimbang). Dalam hal ini koefisien
k1 = n. Namun bilamana jumlah pengukuran frekuensi pengukuran per
individu tidak sama banyak (desain tak seimbang), maka k1 dihitung
dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
1 Σmi2
k1
= ------- (m. - ------- )
n – 1 m.
Rangkuman
Ada tiga
parameter genetik yang penting yang harus diketahui nilainya oleh para
pemuliabiak ternak sebelum meningkatkan mutu genetik atau potensi produksi.
Ketiga parameter tersebut adalah heritabilitas, korelasi genetik, dan
ripitabilitas. Ada dua macam heritabilitas yaitu heritabilitas dalam arti luas
dengan symbol h2B dan heritabilitas
dalam arti sempit dengan symbol h2.
Heritabilitas dalam arti luas adalah rasio keragaman genetik dengan keragaman fenotipe, atau keragaman fenotipe yang disebabkan oleh
perbedaan genotip antar individu dalam populasi. Dalam bentuk matematika ditulis h2B
= σ2G / σ2P. Nilainya: 0 < h2B < 1. Dalam arti sempit heritabilitas adalah rasio dari keragaman yang disebabkan oleh aksi gen aditif dengan
keragaman total (keragaman
fenotipe), atau proporsi
dari keragaman total yang disebabkan oleh perbedaan nilai biak antar individu
dalam suatu populasi. Dalam bentuk
matematika ditulis h2 = σ2A / σ2P. Batas nilai
heritabilitas dalam arti sempit dan dalam arti luas: 0 < h2 < h2B
< 1. Jadi kedua nilai heritabilitas berada di antara 0 dan 1, nilai
heritabilitas dalam arti sempit lebih kecil atau sama dengan heritabilitas
dalam arti luas. Heritabilitas nol artinya semua keragaman fenotip disebabkan
oleh pengaruh lingkungan. Heritabilitas untuk sifat-sifat yang berhubungan
dengan fertilitas nilainya rendah, berkisar 0,05 – 0,15. Keragaman fenotipe untuk sifat-sifat
tersebut sebagian besar dipengaruhi oleh lingkungan seperti perbaikan sistem
pemeliharaan, perbaikan pakan, perkandangan dan sebagainya. Nilai heritabilitas mendekati nilai 1,0
berarti sebagian besar keragaman dari sifat tersebut dipengaruhi oleh faktor
keturunan. Beberapa sifat kuantitatif pada ternak
memiliki heritabilitas tinggi, berkisar antara 0,65 hingga 0,80. Ada tiga tingkatan
nilai heritabilitas: rendah : 0 – 0,20; sedang : 0,21 – 0,40; tinggi : > 0,40.
Ternak memiliki
beberapa sifat yang bernilai ekonomis. Sifat-sifat tersebut ada yang saling
berhubungan atau berkorelasi, ada pula yang tidak saling berhubungan. Korelasi
antar sifat atau korelasi fenotipe dapat disebabkan oleh faktor genetik, faktor
lingkungan atau keduanya. Bentuk
hubungan antar sifat-sifat tersebut ada yang positif, adapula yang
negatif. Pada bentuk hubungan yang
positif, bila suatu sifat ditingkatkan penampilannya lewat seleksi, sifat yang
lain juga akan meningkat pula penampilannya. Pada bentuk hubungan yang
negative, peningkatan penampilan suatu sifat akan menurunkan penampilan sifat
yang lain. Selain bentuk hubungan, ada pula tingkat keeratan hubungan. Ada tiga
tingkat keeratan hubungan: rendah, sedang, dan tinggi. Korelasi genetik antar sifat pada ternak terjadi karena dua hal. Pertama
karena gen yang bersifat pleiotropik (pleiotropic
gen), kedua karena gen berangkai (linked
gen). Pleiotropi adalah
penyebab utama terjadinya korelasi genetik. Korelasi
genetik antar sifat yang lemah terjadi karena sedikit gen yang sama yang
mempengaruhi dua sifat. Keeratan hubungan atau korelasi antar dua sifat atau
fenotipe dinyatakan sebagai koefisien korelasi fenotipe (rP). Pengestimasian korelasi
genetik menyangkut dua sifat yang masing-masing beragam, sehingga penghitungannya harus
bertahap. Tahap pertama dilakukan analisis ragam untuk masing-masing sifat,
tahap kedua dilakukan analisis peragam. Hasil
analisis peragam digunakan untuk menghitung koefisien korelasi genetik.
Ripitabilitas menggambarkan adanya tingkat
hubungan antar ukuran suatu sifat
pada individu ternak yang sama yang diukur lebih dari satu kali pada waktu yang berbeda.
Parameter genetik ini didefinisikan
sebagai rasio dari komponen ragam. Dalam
bentuk matematika r = (σ2G + σ2PE) / (σ2G
+ σ2PE + σ2TE). Rasio tersebut tergantung
pada keragaman lingkungan yang
terdiri atas pengaruh
lingkungan permanen (PE) dan pengaruh lingkungan temporer (TE). Ripitabilitas berguna untuk
memprediksi produksi ternak untuk masa produksi mendatang.
Soal/Latihan
- Jelaskan mengapa heritabilitas, korelasi genetik, dan ripitabilitas penting dalam program produksi ternak?
- Apa yang anda ketahui tentang heritabilitas dalam arti luas dan dalam arti sempit?
- Sebutkan batas nilai heritabilitas dalam arti luas dan heritabilitas dalam arti sempit?
- Mana yang lebih besar nilai heritabilitas dalam arti luas dan heritabilitas dalam arti sempit?
- Sebutkan tiga tingkatan heritabilitas beserta angkanya!
- Apa itu ripitabilitas, dan apa pula kegunaanya?
- Dari table berikut hitung berapa nilai heritabilitas!
P E J
A N T A N
|
||||||
Anak
|
A
|
B
|
C
|
D
|
||
687
|
618
|
618
|
600
|
|||
691
|
680
|
687
|
657
|
|||
793
|
592
|
763
|
669
|
|||
675
|
683
|
747
|
606
|
|||
700
|
631
|
678
|
718
|
|||
753
|
691
|
737
|
693
|
|||
704
|
694
|
731
|
669
|
|||
717
|
732
|
603
|
648
|
|||
8.
Bobot
daging dada dan bobot potong ayam tertera pada table berikut. Hitung berapa
korelasi antara kedua sifat tersebut!
Bobot daging dada (g)
|
Bobot potong (g)
|
67
|
1286
|
52
|
1035
|
51
|
1014
|
60
|
1144
|
71
|
1380
|
9. Pada suatu peternakan domba wol terdapat data
pencukuran wol tiga musim panas. Data bobot wol hasil pencukuran tertera pada
table berikut. Hitung berapa nilai ripitabilitas dengan menggunakan data dua
kali pencukuran (pencukuran pertama dan kedua), dan dengan tiga kali
pencukuran. Bandingkan hasil dari kedua penghitungan tersebut!
Individu
|
Berat wool bersih (kg) hasil pencukuran
|
||
I
|
II
|
III
|
|
1
|
4
|
4
|
4.2
|
2
|
3.9
|
4.3
|
4.2
|
3
|
3.9
|
4.4
|
3.9
|
4
|
3.7
|
3.8
|
3.9
|
5
|
3.6
|
3.9
|
4
|
6
|
3.6
|
3.6
|
3.6
|
7
|
3.4
|
3.8
|
3.7
|
8
|
3.2
|
3.6
|
3.7
|
Daftar Pustaka
Kurnianto, E.
2010. Ilmu pemuliaan ternak. Buku ajar. Lembaga Pengembangan dan Penjamin Mutu
Pendidikan Universitas Diponegoro. Semarang.
Noor, R.R. 1996.
Genetika ternak. Penebar Swadaya. Jakarta.
Prasetyo, S.
Lestari, D. P. Winata. 1992. Studi variasi
sifat-sifat fenotipik ayam kampung di Pulau Lombok. Laporan penelitian. Lembaga Penelitian
Universitas Mataram. Mataram
Prasetyo, S dan T. Rozy. 2007.
Performan produksi telur ayam lokal Lombok pada sistem pemeliharaan intensif.
Laporan Penelitian. Lembaga Penelitian Unram.
Sufflebeam, C.E.1989.
Genetics of
domestic animals. New Jersey. Prentice-Hall, Inc.
Warwick, E.J., J.M.
Astuti, W.Hardjosubroto. 1984. Pemuliaan Ternak. Gadjah Mada
University
Press. Yogyakarta
Daftar istilah
Heritabilitas =
proporsi dari total suatu sifat yang diakibatkan oleh pengaruh genetik
yang
dapat diwariskan ke generasi berikutnya (dalam arti luas); rasio antara
keragaman
aditif dengan keragaman fenotipik (dalam arti sempit)
Parameter = besaran
dalam populasi
Ripitabilitas = daya
pengulangan suatu sifat selama ternak
yang bersangkutan hidup
Service per
conception = banyaknya kali kawin untuk tiap kali berhasilnya
pembuahan.
No comments:
Post a Comment