Friday 3 April 2015

SELEKSI



 

Deskripsi singkat isi pokok bahasan
Seleksi merupakan salah satu program pokok dalam usaha pemuliaan ternak. Tujuan dari seleksi adalah meningkatkan rata-rata penampilan suatu sifat pada suatu populasi atau kelompok ternak. Syarat dapat dilaksanakannya seleksi adalah adanya keragaman genetik dalam populasi, yang dapat dilihat lewat keragaman penampilan individu-individu ternak sebagai anggota populasi. Pada bab ini akan dibahas tentang macam seleksi, pengaruh seleksi terhadap frekuensi gen, sistem seleksi untuk aksi gen yang berbeda-beda, seleksi satu sifat, respon seleksi, kemajuan hasil seleksi per tahun,   seleksi lebih dari satu sifat, metode seleksi pada lebih dari satu sifat, metode penaksiran kemampuan genetik individu ternak untuk tujuan seleksi, dan batas seleksi.

Tujuan Instruksi Khusus
Setelah mempelajari pokok bahasan ini mahasiswa akan dapat menjelaskan dengan benar (80%) tentang macam seleksi, pengaruh seleksi terhadap frekuensi gen, sistem seleksi untuk aksi gen yang berbeda-beda, seleksi satu sifat, respon seleksi, kemajuan hasil seleksi per tahun,   seleksi lebih dari satu sifat, metode seleksi pada lebih dari satu sifat, metode penaksiran kemampuan genetik individu ternak untuk tujuan seleksi dan batas seleksi.
Cara belajar
Baca dan pahami bab V ini dengan baik, buat ringkasan dan pertanyaan, serta kerjakan soal-soal latihan. Dianjurkan untuk belajar kelompok agar pemahaman lebih mendalam.
Isi

5.1.    Macam seleksi

Pemuliabiakan ternak bertujuan untuk mendapatkan ternak yang berpenampilan unggul, sesuai dengan tujuan atau keinginan manusia. Untuk menghasilkan ternak yang demikian tidak dapat direalisasi dalam jangka waktu satu atau dua generasi, tetapi diperlukan beberapa generasi. Hasil akhir dari proses pemuliabiakan ternak adalah berupa generasi ternak yang jauh lebih baik dari pada generasi-generasi sebelumnya. Hal tersebut baru akan dapat terjadi bilamana dalam proses tersebut dilakukan seleksi ternak. Seleksi akan meningkatkan potensi produksi karena terjadi perubahan genetik yang disertai oleh adanya perubahan faali dan morfologi. Secara umum seleksi dapat dibagi atas dua macam, yaitu: seleksi alam dan seleksi buatan.
5.1.1.      Seleksi alam (natural selection)
Di alam bebas faktor utama dalam seleksi alam adalah daya hidup individu ternak dalam suatu wilayah tertentu. Banyak faktor yang berpengaruh dalam seleksi alam. Faktor-faktor tersebut sangat komplek. Secara garis besar dibagi dua, yaitu faktor luar dan faktor dalam. Faktor luar yang berkontribusi terhadap seleksi alam adalah perubahan iklim dan cuaca, bencana alam (angin topan, gempa bumi, gunung meletus, dan sebagainya), binatang pemangsa (predator), serangan penyakit, parasit,. Perubahan iklim dan cuaca berakibat pada persediaan pakan dan minum secara kuantitas dan kualitas. Bencana alam berupa angin topan, gempa bumi, gunung meletus, dan sebagainya. Binatang pemangsa memakan ternak-ternak yang lemah dan tidak kuat lari. Penyakit menyerang ternak-ternak yang lemah, yang tidak memiliki ketahanan tubuh yang kuat.
Faktor dalam yang berkontribusi terhadap seleksi alam adalah kematian ternak, terutama pada umur muda, dan faktor reproduksi. Faktor reproduksi mencakup umur mencapai dewasa kelamin, lama periode aktivitas seksual, tingkat keaktifan seksual, tingkat fertilitas. Ternak-ternak yang mati muda tidak menghasilkan keturunan, sehingga gen-gen yang dikandung ikut hilang dari populasi. Ternak yang relative cepat mencapai dewasa kelamin dan lama aktivitas seksualnya serta memiliki fertilitas yang tinggi akan beranak banyak, sehingga proporsi gen-gen yang dikandungnya akan meningkat.
Hasil dari seleksi alam adalah ternak-ternak yang tahan hidup terhadap lingkungan sekitarnya, dan memiliki tingkat reproduksi yang tinggi.
5.1.2.      Seleksi Buatan (artificial selection)
Seleksi buatan merupakan dasar utama dalam pemuliaan ternak.  Seleksi buatan adalah seleksi ternak oleh manusia dengan tujuan untuk meningkatkan frekuensi gen atau kombinasi gen-gen yang diinginkan  pada suatu kelompok ternak dengan cara mengumpulkan individu-individu ternak yang unggul penampilannya. Individu-individu ternak yang unggul tersebut dikembangbiakkan guna menghasilkan anak keturunan yang berpenampilan lebih baik dari pada generasi tetuanya.   Pada pembahasan selanjutnya istilah “seleksi buatan” demi praktisnya disingkat “seleksi” saja, tanpa kata “buatan”.
Sesuai dengan tujuan seleksi, hasil dari pelaksanaan seleksi dalam suatu populasi adalah meningkatnya frekuensi gen-gen yang diinginkan sehingga meningkatkan rataan penampilan suatu sifat, seperti laju pertambahan bobot badan per hari,  diikuti oleh peningkatan keseragaman atau dengan perkataan lain penurunan keragaman atau simpangan baku.
Secara umum tujuan pemuliabiakan ternak adalah untuk mencukupi kebutuhan akan pangan. Bahan pangan yang berasal dari produk hewani adalah daging, susu, dan telur. Dari segi genetika, di atas telah disebutkan bahwa tujuan seleksi adalah untuk mengumpulkan gen-gen yang diinginkan guna menghasilkan daging, atau susu, atau telur,  yang lebih banyak dan lebih cepat menghasilkan serta lebih baik kualitasnya. Dengan demikian seleksi berakibat munculnya bangsa dan tipe ternak dalam suatu spesies. Pada ternak sapi muncul bangsa-bangsa sapi Hereford, Simmental, Aberdeen angus; sapi tipe potong, tipe perah. Pada ternak ayam ada bangsa Leghorn, Orpington, Wyandot; ayam tipe pedaging, tipe petelur.
5.2. Pengaruh Seleksi Terhadap Frekuensi Gen
            Seleksi tidak menciptakan gen baru dalam populasi ternak.  Seleksi akan meningkatkan frekuensi genyang diinginkan/gen yang baik dan mengurangi gen yang tidak baik (tidak diinginkan).  Apabila seleksi tidak dilakukan dalam populasi maka frekuensi gen akan tetap / tidak berubah.

Contoh :
P                      AA                  x                     aa                    Frekuensi gen A =  0,5
F1                                           Aa                                            Frekuensi gen A  = 0,5
F2                                  1AA, 2Aa, aa                                    Frekuensi gen A = 0,5
F3                        4AA, 2AA, 4Aa, 2aa, 4aa                           Frekuensi gen A = 0,5

Pada contoh di atas dapat diketahui bahwa tanpa adanya seleksi, frekuensi gen A pada tetua (P), F1, F2 , dan F3  tetap 0,5 atau 50%.
Apabila seleksi dilakukan dengan memilih ternak AA dan Aa saja untuk diternakkan, sedangkan ternak yang bergenotipe aa dikeluarkan, maka akan terjadi perubahan frekuensi gen A maupun gen a.
Contoh :
Pada suatu populasi ternak yang berjumlah 100 ekor terdapat fenotip normal 84 ekor
dan fenotip abnormal resesif 16 ekor. N gen untuk sifat normal, dominan penuh ter-
hadap alelnya n untuk sifat abnormal. Frekuensi gen untuk sifat normal p, dan fre-
kuensi gen untuk abnormal q. Karena jumlah ternak yang abnormal ada 16 ekor,  
maka frekuensi gen abnormal adalah 16/100 = 0,16.
Ini berarti q2 = 0,16 ; sehingga  frekuensi gen abnormal = q = 0,16 = 0,4.
Frekuensi gen normal adalah p = 1 – q = 1 – 0,4 = 0,6
Jadi dari populasi 100 ekor tersebut terdapat :
-  Ternak yang homozigot dominant = p2 x 100
    = 0,62 x 100 = 36 ekor
-  Ternak yang heterozigot (carier abnormal ) = 2pq x 100
     = 2 x 0,6 x 04 x 100 = 48 ekor
-  Ternak yang abnormal (homozigot resesif) = q2 x 100
    = (0,4)2 x 100 = 16 ekor
Apabila ternak yang abnormal semuanya dikeluarkan (culled) maka ternak yang tersisa sebagai tetua adalah :
36 ekor normal homozigot dan 48 ekor normal (carier) heterozigot.
Jumlah ternak = 36 + 48 = 84 dengan 168 gen
36 ternak homozigot normal (NN) membawa 72 gen N
48 ternak heterozigot (Nn) membawa 48 gen N dan 48 gen n.
Dalam populasi tetua sekarang ada 72 + 48 = 120 gen N dan 48 gen n.
Maka:
Frekuensi gen N = p= 120/168 = 0,71
Frekuensi gen n = q = 48/168 = 0,29
Dari frekuensi ini akan dihasilkan keturunan (p + q)2
= (p )2 NN + 2 pq Nn + (q)2 nn
= (0,71)2NN + 2 x 0,71 x 0,29 Nn dan (0,29)2 nn
= 0,504 NN + 0,411 Nn + 0,09 nn
Jadi frekuensi fenotip yang dihasilkan = 0,92 (NN dan Nn normal ) dan 0,08 (nn)
abnormal. Ini berarti bahwa akibat seleksi (culling ternak yang abnormal) frekuensi gen normal meningkat (dari 0,84 menjadi 0,92) sedangkan frekuensi gen abnormal turun ( dari 0,16 menjadi 0,08).
            Terhadap perubahan frekuensi gen akibat pelaksanaan seleksi/culling gen resesif (yang tidak diinginkan) dapat digunakan rumus :

Δq = -spq/ (1-sq2)

Keterangan:
Δq = perubahan frekuensi gen resesif yang di eliminasi (cull)
s   = koefisien (intensitas) culling sifat resesif yang tidak diinginkan
(s = 1 bila semua ternak resesif di cull untuk tidak bereproduksi lagi).
p    = frekuensi gen dominan
q    = frekuensi gen resesif

Pada contoh di atas populasi awal memiliki p = 0,6 dan q = 0,4. Bila kemudian seluruh ternak abnormal di cull maka :
Δq = -spq/ (1-sq2) = -1 x 0,6 x (0,4)/ (1 – 1x (0,4))2 
      = – 0,6 x 0,16 / (1 – 0,16)
      = - 0,096/ 0,84 = -0,11
sehingga :
-  frekuensi gen resesif (q) menjadi 0,4 – 0,11 = 0,29
-  frekuensi genotip homozigot resesif atau fenotip abnormal = q2 = (0,29)2
     = 0,08.
- dan frekuensi fenotip normal = 1 – 0,08 = 0,92(meningkat).

 

5.3.    Sistem seleksi untuk aksi gen yang berbeda-beda

Gen sebagai pembawa sifat berdasarkan aksi gennya dibagi dua, yaitu aksi gen aditif dan aksi gen non aditif. Aksi gen aditif ada yang bersifat dominan-resesif, ada pula yang bersifat epistasis-hipostasis.  Sifat-sifat yang bernilai ekonomi  dipengaruhi oleh beberapa macam aksi gen. Sifat-sifat kualitatif tersebut ditentukan oleh satu pasang gen atau beberapa pasang gen. Ada sifat kualitatif yang sangat mempengaruhi sifat kuantitatif. Contoh: sifat kerdil pada sapi yang disebabkan oleh gen “d”.  Dalam kondisi  berpasangan sifat kerdil akan muncul, menutup ekspresi beberapa gen aditif untuk pertumbuhan badan.

Berhubung sifat kualitatif dan sifat kuantitatif dipengaruhi oleh beberapa macam aksi gen, maka perlu adanya metode yang dapat digunakan untuk menyeleksi untuk mengumpulkan gen-gen yang diinginkan ke dalam populasi, dan mengurangi atau membuang gen-gen yang tidak dikehendaki dari populasi.

        5.3.1.  Seleksi untuk meningkatkan frekuensi gen dominan dalam populasi

Gen-gen yang yang bersifat dominan ada kecenderungan untuk ditingkatkan frekuensinya, karena gen-gen tersebut pada umumnya membawa sifat-sifat yang bernilai ekonomis. Untuk meningkatkan frekuensi gen dominan dapat dilakukan dengan jalan mengeluarkan individu-individu ternak yang bergenotipe homosigot resesif.  Seleksi untuk meningkatkan frekuensi gen dominan sama dengan seleksi untuk menurunkan frekuensi gen resesif. Dengan tiap kali mengeluarkan ternak-ternak  yang bergenotipe homosigot resesif, frekuensi gen dominan bertambah, dan frekuensi gen resesif menurun. Besarnya penurunan frekuensi gen resesif bilamana dalam tiap generasi ternak-ternak yang homosigot resesif dikeluarkan dihitung dengan rumus sebagai berikut:

       F0

   Fn  = ----------------

             1 + (N x F0)

 

 

                 Keterangan:

 N   = banyaknya generasi selama proses seleksi (penyingkiran gen resesif)

 F0   = frekuensi gen resesif sebelum proses seleksi

 Fn =  frekuensi gen resesif pada generasi ke n setelah semua ternak yang bergenotipe

           homosigot resesif dikeluarkan

Contoh soal:

Dalam suatu populasi frekuensi gen resesif 0,15. Bilamana dalam suatu program seleksi dilakukan pengeluaran ternak-ternak yang bergenotipe resesif . Ditanyakan berapa besar frekuensi gen resesif tersebut pada generasi kelima?

Jawaban:

Besar frekuensi gen resesif pada generasi kelima adalah:

                 0,15              0,15

F5 =  --------------- =  -------- = 0,086

           1 + 5(0,15)        1,75

Penurunan frekuensi gen resesif akibat dari dikeluarkannya semua ternak yang bergenotipe homosigot resesif dari populasi pada mulanya cepat, tetapi makin lama akan melambat. Gambar 5.1 menyajikan penurunan frekuensi gen resesif .

Bila diinginkan dalam populasi semua gen dominan permasalahannya susah untuk membedakan ternak-ternak yang bergenotipe homosigot dominan dan ternak-ternak yang bergenotipe heterosigot.

 

 

 



Text Box: Frekuensi gen resesif
 

 

 

 

 

 


                        

                                             0                               5                           10                           11                          12

                                                             Banyaknya generasi  dalam proses seleksi

 

Gambar 5.1. Penurunan frekuensi gen dalam populasi akibat pengeluaran

                         semua ternak yang bergenotipe homosigot resesif

                         (Sumber: Lasley, 1978)

Untuk mengidentifikasi ternak-ternak tersebut harus dilakukan test hasil perkawinan (breeding test) atau mencari data tetuanya. Selanjutnya setelah terbukti baru ternak-ternak yang bergenotipe heterosigot dikeluarkan dari populasi atau kelompok ternak.

 

5.3.2. Seleksi untuk membuang gen dominan dari populasi

Pada umumnya gen dominan menguntungkan bagi kebutuhan manusia. Namun ada kalanya gen dominan tidak menguntungkan, sehingga harus dikeluarkan dari populasi. Seleksi untuk membuang gen dominan dari populasi atau dari kelompok ternak sangat mudah. Jelas perbedaan fenotipe antara ternak-ternak yang bergenotipe homosigot resesif dengan yang bukan homosigot resesif. Ternak-ternak yang bergenotipe homosigot resesif dipilih, sedangkan yang lain dikeluarkan. Pelaksanaan seleksi untuk gen dominan dapat dilaksnakan sekaligus. Begitu seleksi selesai dilaksanakan dengan cara semua ternak yang bergenotipe homosigot dominan dan individu yang heterosigot, gen dominan langsung hilang dari populasi. Masalahnya, mampukah pemilik kelompok ternak mengeluarkan semua ternak yang tidak bergenotipe homosigot resesif sekaligus.

 

 

 

 

5.4.    Seleksi satu sifat

5.4.1.                  Respon seleksi  ( R )

Peningkatan mutu genetik tidak begitu saja didapatkan, membutuhkan beberapa generasi. Dalam proses seleksi tersebut tiap generasi dihasilkan kemajuan hasil seleksi, dikenal dengan istilah “respon seleksi”. Hasil dari pelaksanaan seleksi adalah meningkatnya  rata-rata penampilan ternak pada suatu populasi atau kelompok ternak. Contoh: rata-rata bobot badan dewasa sapi bali jantan pada suatu peternakan sebelum dilaksanakan program seleksi seberat 290 kg. Setelah dilakukan seleksi untuk meningkatkan bobot  badan selama beberapa generasi dihasilkan rata-rata bobot badan seberat 305 kg. Terjadi respon seleksi seberat 305 kg – 290 kg = 15 kg. Respon seleksi per generasi ditentukan oleh dua faktor: 1) besarnya nilai heritabilitas suatu sifat (h2), dan 2) diferensial seleksi. Dalam bentuk matematika hubungan kedua faktor tersebut dengan kemajuan hasil seleksi per generasi dapat ditulis sebagai berikut:

                 

      R  =  h2DS

 

 

Keterangan:

R   = kemajuan hasil seleksi per generasi

 h2     = heritabilitas dari sifat yang diseleksi

DS   = diferensial seleksi

 

1). Besarnya nilai heritabilitas

Heritabilitas dalam pembahasan ini adalah heritabilitas dalam arti sempit. Pada pembahasan sebelumnya  telah dijelaskan bahwa heritabilitas adalah rasio dari keragaman genetic karena aksi gen aditif dengan keragaman fenotipe (h2 = VA / VP).  Dalam hal ini VP dapat dipengaruhi oleh lingkungan. Agar lingkungan tidak berpengaruh dalam pelaksanaan seleksi variasi  lingkungan dibuat sekecil mungkin, sehingga heritabilitas dapat meningkat. Namun demikian pengaruh besarnya keragaman lingkungan tidak begitu nyata. Pada dasarnya nilai heritabilitas dari setiap sifat pada ternak relative stabil.

 

2). Diferensial seleksi (DS)

Untuk meningkatkan kemajuan hasil seleksi per generasi nilai heritabilitas tidak dapat banyak diharapkan untuk dimanipulasi karena nilainya relatif konstan. Sebaliknya, besar nilai diferensial seleksi dapat dimanipulasi sehingga dapat diharapkan untuk meningkatkan  kemajuan hasil seleksi per generasi.

Guna memudahkan pemahaman tentang peran diferensial seleksi pada hasil seleksi perlu dijelaskan terlebih dahulu pengertiannya. Diferensial seleksi adalah selisih rata-rata nilai fenotipe semua ternak dalam suatu populasi atau kelompok ternak dengan rata-rata nilai fenotipe individu-individu ternak yang terseleksi. Dalam bentuk rumus diferensial seleksi dapat ditulis sebagai berikut:

 

 

DS = (PS – P)

 

Keterangan:

PS = rata-rata fenotipe ternak terpilih

P = rata-rata fenotipe populasi

 

 

Contoh:

Pada usaha pembibitan ayam arab diambil contoh 10 ekor induk ayam yang berumur sama (10 bulan) yang produksinya di atas rata-rata populasi. Produksi telur dari kesepuluh induk ayam tersebut dirangking dari yang paling banyak hingga yang paling sedikit. Hasil perengkingan (data hipotetis) adalah 250, 235, 230, 210, 205, 200, 190, 184, 180, 175 butir telur per tahun. Rata-rata produksi telur dari kesepuluh induk terpilih adalah 205,9 butir (dibulatkan menjadi 206). Rata-rata produksi telur pada peternakan tersebut 170  butir telur per tahun. Berdasarkan ketentuan di atas diferensial seleksi sama dengan 206 – 170 = 36 butir.

    Faktor-faktor yang mempengaruhi diferensial seleksi:

Besar nilai diferensial seleksi dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain jumlah ternak yang dipilih sebagai penghasil bibit, besarnya keragaman fenotipe, banyaknya ternak dalam populasi atau dalam usaha pembibitan, dan jenis kelamin.

DS dapat ditingkatkan dengan jalan mempersedikit ternak yang diseleksi. Bilamana hanya lima ekor induk rangking atas yang dipilih maka SD = (250+235+ 230+ 210+205) / 5 – 170 = 226 – 170 = 56. Bilamana hanya dua ekor induk rangking atas yang dipilih maka SD = (250+235) / 2 – 170 = 242,5 – 170 = 72,5 butir. Dari contoh ini dapat disimpulkan bahwa makin sedikit ternak yang diseleksi makin besar nilai SD, sehingga kemajuan hasil seleksi per generasi akan semakin besar. Yang perlu diingat adalah bahwa jumlah anak atau generasi selanjutnya tidak boleh semakin sedikit. Paling tidak harus sama dengan jumlah tetuanya. Agar hal tersebut dapat terjadi maka pada ternak unipara (ternak beranak satu) sekitar 10-30% induk harus diganti tiap tahun.

Besar keragaman fenotipe mempengaruhi besar nilai DS. Makin beragam fenotipe DS makin besar, begitu pula sebaliknya (lihat Gambar 5..)



 


                                     A                                                    B








 

 


                                                                DS = 2,8                                                                                  DS = 1,4          

         Gambar 5. 2. Besar keragaman mempengaruhi deferensial seleksi

                              (Sumber: Falconer, 1986)

Pada Gambar 5.2 kurva A memiliki simpangan baku 2 unit, kurva B memiliki simpangan baku 1 unit, walaupun  proporsi ternak yang diseleksi sama (20%), besar DS berbeda. Pada kurva A diferensial seleksi sama dengan 2,8 unit. Pada kurva B   diferensial seleksi lebih kecil yaitu hanya 1,4 unit.               

Untuk ternak multipara atau ternak beranak banyak seperti babi, kelinci, ayam, itik, jumlah ternak dalam kelompok ternak dapat jauh lebih besar dari pada ternak unipara.  Dengan lebih besarnya kelompok ternak maka jumlah ternak yang dipilih sebagai penghasil bibit lebih banyak pula, sehingga SD dapat lebih besar dari pada SD pada ternak unipara. Dengan demikian kemajuan hasil seleksi per generasi pada ternak multipara lebih besar dari pada ternak unipara.

Pada kelompok ternak jumlah pejantan tidak perlu banyak. Untuk tujuan pembibitan cukup dipilih beberapa calon pejantan yang unggul. Yang lain dapat dikeluarkan dari kelompok. Apabila banyak jantan yang dipertahankan dalam kelompok akan diderita paling tidak dua kerugian. Kerugian pertama pejantan membutuhkan pakan yang lebih banyak, kerugian kedua pejantan yang kurang unggul ikut berkontribusi dalam menghasilkan bibit ternak, sehingga akan dihasilkan keturunan yang kurang bagus. Mengingat hal tersebut maka makin sedikit ternak jantan yang dipilih sebagai calon pejantan makin baik karena DS makin besar. Pada Tabel 5.1 disajikan  persentase jumlah ternak jantan dan betina sebagai calon penghasil bibit (ternak terpilih) pada beberapa jenis ternak.

                            Tabel 5.1. Persentase jumlah ternak jantan dan betina sebagai

                                                calon penghasil bibit pada beberapa jenis ternak

Jenis ternak

Persentase jumlah ternak calon bibit (%)

Jantan

Betina

Sapi potong

4 - 5

40 - 50

Sapi perah

4 -5

50 – 60

Domba

2 – 3

40 – 50

Babi

1 – 2

10 – 15

Kuda

2 – 4

40 – 50

Ayam

1 - 2

10 - 15

                       

                        (Sumber: Lasley, 1978)

Dari Tabel 5.1 dapat disimpulkan bahwa ternak jantan sebagai calon penghasil bibit tidak perlu banyak, dan DS pada ternak jantan dapat jauh lebih besar dari pada DS pada ternak betina.

 

5.4.2.                  Kemajuan hasil seleksi per tahun

Respon seleksi adalah kemajuan penampilan ternak per generasi. Nilai ini dapat dibagi menjadi per tahun. dengan symbol ∆G.  Besar nilai  ditentukan oleh besar nilai h2, DS, dan interval generasi, disajikan dalam rumus sebagai berikut:

            h2 DS

G  = ---------

                IG

 

Keterangan:

G  =  kemajuan hasil seleksi per tahun

IG    = interval generasi

Interval generasi adalah rata-rata umur induk saat melahirkan anak-anaknya. Contoh: seekor induk sapi melahirkan anak tujuh kali selama hidupnya. Ketujuh anak tersebut dilahirkan berturut-turut pada saat si induk berumur 2, 3, 5, 6, 8, 9, 10 tahun. Interval generasi induk sapi tersebut = (2 + 3 + 5 + 6 + 8 + 9 +10) / 7 = 6,14 .

Interval generasi untuk masing-masing jenis ternak berbeda. Pada ternak unipara lebih panjang daripada ternak multipara. Tabel 5.2 menyajikan tentang rata-rata panjang interval generasi pada beberapa jenis ternak.

          Tabel 5.2. Rata-rata panjang interval generasi pada beberapa jenis ternak

Jenis ternak

Rata-rata panjang interval generasi (tahun)

Jantan

Betina

Kuda

8,0 – 12,0

8,0 – 12,0

Sapi potong

3,0 – 4,0

4,5 – 6,0

Sapi perah

3,0 – 4,0

4,5 – 6,0

Domba

2,0 – 3,0

4,0 – 4,5

Babi

1,5 – 2,0

1,5 – 2,0

Ayam

1,0 – 1,5

1,0 – 1,5

 

              (Sumber: Lasley, 1978)

Dari Tabel 5.2. dapat disimpulkan bahwa kemajuan hasil seleksi per tahun hewan multipara (ayam dan babi) jauh lebih besar daripada kemajuan hasil seleksi per tahun hewan unipara. Kuda paling kecil kemajuan hasil seleksi per tahunnya.

Guna memperbesar kemajuan hasil seleksi pertahun selain dengan cara memperbesar nilai DS, juga dengan cara memperkecil nilai IG. IG diperkecil dengan jalan memperpendek “masa tinggal” betina-betina dalam kelompok ternak atau dalam populasi. Pada spesies sapi masa tinggal betina dibatasi hingga umur sembilan tahun saja atau sesudah beranak enam kali. Pada babi, pejantan dan induk yang diberi kesempatan tinggal di populasi selama satu tahun memiliki  IG lebih pendek  dari pada diberi kesempatan tinggal selama dua tahun.

 

        Intensitas seleksi

Pada pembahasan di atas diketahui bahwa simpangan baku mempengaruhi nilai DS. Agar DS relative baku, nilainya perlu dibagi dengan simpangan baku. Rasio dari DS dengan simpangan baku dikenal dengan sebutan intensitas seleksi. Hubungan antara intensitas seleksi dengan jumlah ternak yang diseleksi dapat dilihat pada Tabel 5.3.

            Tabel 5.3. Persentase jumlah ternak yang diseleksi dan

                               intensitas seleksi

Jumlah ternak yang diseleksi (%)

Intensitas seleksi

70

0,50

60

0,64

50

0,80

40

0,97

30

1,17

25

1,25

20

1,40

15

1,55

10

1,76

5

2,05

1

2,64

      

             (Sumber: Sufflebeam, 1989)

 

Dari Tabel 5.3 dapat dilihat adanya hubungan negatif antara jumlah ternak yang diseleksi dengan intensitas seleksi. Makin sedikit ternak yang diseleksi untuk bibit, semakin besar intensitas seleksinya.  Yang perlu diingat oleh para pemuliabiak ternak adalah bahwa jumlah populasi ternak pada generasi berikut tidak lebih sedikit dari pada jumlah populasi ternak pada generasi tetuanya.

5.5.  Seleksi lebih dari satu sifat

Kemajuan hasil seleksi lebih dari satu sifat tidak secepat dibandingkan dengan seleksi yang hanya satu sifat. Makin banyak sifat yang diseleksi makin menurun efektivitas seleksinya. Bilamana dari beberapa sifat yang diseleksi memiliki heritabilitas yang hampir sama dan sifat-sifat tersebut diwariskan secara terpisah maka  efektivitas seleksi salah satu sifatnya akan menurun sebesar akar dari jumlah sifat yang diseleksi. Secara matematika penurunan efektivitas  seleksi dapat dirumuskan sebagai berikut:

E =   √n

      

 

Keterangan:

  E = penurunan efesiensi seleksijika dibandingkan dengan efektivitas seleksi satu sifat

  n = jumlah sifat yang diseleksi

Seperti halnya pada seleksi satu sifat, faktor-faktor  yang mempengaruhi kemajuan seleksi juga berlaku pada seleksi pada beberapa sifat. Satu faktor lagi yang penting harus diperhatikan dalam seleksi lebih dari satu sifat adalah korelasi genetik antar sifat-sifat yang akan diseleksi, terutama yang bersifat korelasi negative. Jangan sampai pelaksanaan program seleksi untuk meningkatkan penampilan suatu sifat yang bernilai ekonomi akan berakibat menurunkan penampilan sifat lain yang juga bernilai ekonomi.

 

5.5.1. Metode Seleksi

Dalam melaksanakan seleksi untuk tujuan pemuliaan ternak ada beberapa metode yang dikenal dan dilaksanakan oleh para pemulia ternak untuk memperoleh performans yang maksimum dari populasinya baik untuk ternak bibit maupun ternak komersial.
Ada empat buah metode seleksi yaitu :
1.           Metode Tandem
2.           Tingkat Penyingkiran Bebas (Independent culling Level)
3.           Metode Indeks

1.  Metode Tandem
§  Seleksi dilaksanakan secara bertahap dari beberapa sifat/performans yang dipertimbangkan.
§  Seleksi suatu sifat tertentu dilaksanakan dari generasi ke generasi berikutnya secara kontinyu, hingga sifat tersebut mencapai performans maksimal. Lalu dihentikan, lanjut dengan seleksi sifat yang lain, juga secara kontinyu dari generasi ke generasi, begitu seterusnya.
§  Efektif apabila dilihat dari segi progress masing-masing sifat yang dikehendaki.
§  Efisiensinya tergantung pada korelasi geneti antara sifat yang dikehendaki.(Jelaskan apa yang terjadi bila korelasi +, 0, atau - ?)
§  Kebaikan : efektif dan efisien (tergantung korelasi)
§  Keburukan : waktu lama
§  Metode ini jarang dipergunakan

2.    Tingkat Penyingkiran Bebas (Independent culling Level)
§  Seleksi dilakukan terhadap beberapa sifat yang dianggap ekonomis secara bersamaan.
§  Contoh : seleksi calon induk babi berdasar jumlah anak yang dilahirkan (litter size) dan berat lahir anaknya.  Dari 50 ekor induk yang tersedia dipilih 20 ekor induk
    1. Setiap induk dicatat data jumlah  anak yang dilahirkan
    2. Setiap anak yang lahir ditimbang bobot badannya (dilihat performans berat lahirnya)
    3. Diadakan ranking terhadap 50 ekor induk berdasarkan jumlah anak yang dilahirkan
    4. Diadakan pemilihan 35 ekor induk dengan ranking teratas, 15 ekor diculling.
    5. Diranking lagi berdasarkan rata-rata bobot lahir anaknya
    6. Dipilih 20 ekor induk ranking teratas, 15 ekor diculling
§   Keburukan :
a.       Improvement lebih rendah/lambat dari tandem method selection.
b.      Terjadi kehilangan kesempatan memperoleh performans sifat kedua (berat lahir), karena mungkin saja yang masuk 15 terbawah berat lahir anak lebih tinggi daripada yang masuk 35 ranking atas berdasarkan jumlah anak.  Begitu juga sebaliknya dari yang dipilih sebanyak 20 ekor ranking atas, kemungkinan 15 ranking bawah jumlah anak lebih banyak.
§  Kebaikan  :
-          Metode ini efisien karena menyeleksi sifat sekaligus secara bersamaan.

3.  Metode Indeks
Metode ini menyangkut penentuan nilai masing-masing sifat yang diseleksi dan nilai-nilai ini akan memberikan sejumlah score (nilai) yang menjadi indeks ternak yang bersangkutan.Ternak dengan total score tertinggi (indeks) tertinggi dipilih untuk tujuan seleksi.  Penting diperhatikan adalah masing-masing sifat memiliki koefisien (bobot) yang berbeda-beda tergantung pada nilai ekonominya.  Penentuan koefisien masing-masing sifat dipengaruhi oleh banyak faktor menyangkut demand konsumen, harga pasaran, biaya produksi, dan sebagainya.  Sehingga penentuan koefisien secara kasar dapat diperkirakan berdasarkan atas persentase saja dengan mengingat total koefisien semau sifat yang dipakai untuk menentukan indeks adalah 1 atau 100%.
Contoh :
Seleksi calon pejantan sapi Bali dari populasi berdasarkan berat lahir dan berat sapih.  Penentuan indek bobot sapih lebih tinggi dari berat lahir karena berat sapih berhubungan dengan laju pertumbuhan sampai dewasa.
Misal koefisien berat lahir = 0,4 dan koefisien berat sapih = 0,6
Indeks = aX1  + bX2             
X1 = berat lahir
X2 = berat sapih
a  =  koefisien berat lahir
b  = koefisien berat sapih
Maka indeks masing-masing sapi dapat dihitung :
I = 0,4X1  + 0,6X2
Contoh indeks pada beef cattle menurut Rice et.al (1970) adalah:
I = X1  + 7,72X2       
X1  = berat sapih
X2  = score tipe/konformasi

5.6. Metode penaksiran kemampuan genetik individu ternak untuk tujuan seleksi
Untuk melaksanakan seleksi dengan keempat metode seleksi di atas (Tandem method, Independent culling level, dan Indeks) dibutuhkan data tentang kemampuan genetic dari individu yang akan deseleksi. Data tersebut didapat dari sumber-sumber berikut:
-        Data/record dari individu itu sendiri (individual or mass selection atau performance Testing)
-        Data/record individu itu sediri selama hidupnya (Lifetime Performance records)
-        Data/record dari keluarga kolateral (saudara kandung, tiri, sepupu, bibi, paman, keponakan)
-        Data/record dari nenek moyangnya (silsilah keluarga atau Pedigree records)
-        Data/record dari anak-anaknya (Progeny performance or Progeny testing)


 







               
                     Gambar 5.3. Sumber data untuk penaksiran kemampuan genetik
                                           individu ternak untuk tujuan seleksi.
                                           (Sumber: Lasley, 1978)

5.6.1. Data dari diri sendiri ( Performance Testing)
Metode ini untuk menaksir kemampuan genetic dari ternak yang akan diseleksi berdasarkan atas penampilan dari ternak yang bersangkutan. Untuk tujuan tersebut dilakukan tes penampilan diri (performance test). Metode ini cocok untuk digunakan pada seleksi sifat-sifat yang heritabilitasnya tinggi. Penaksiran nilai pemuliaan (breeding value) suatu sifat dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
NP = h2 x ( deviasi antar individu dalam populasi)
Keterangan:
NP = Nilai pemuliaan seekor ternak
h2  = heritabilitas dari sifat yang diseleksi
Pada sifat-sifat kualitatif seperti warna bulu atau ada tidaknya tanduk, sering digunakan untuk mengestimasi nilai pemuliaan. Seleksi berdasarkan catatan penampilan individu ternak untuk sifat-sifat kualitatif lebih efektif dari pada menggunakan metode yang lain. Ternak-ternak yang bergenotipe homosigot resesif untuk sifat-sifat kualitatif yang hanya terdiri atas satu pasang mudah dilihat dari penampilannya. Contoh: Gen b adalah gen untuk menentukan warna merah resesif terhadap alelnya gen B yang menentukan warna bulu hitam. Sapi-sapi yang bergenotipe bb (sapi Angus merah) sapi berbulu merah, mudah diketahui, sedangkan sapi-sapi yang berwarna hitam susah membedakan ternak yang bergenotipe BB dan Bb. Untuk membedakan sapi Angus hitam yang homosigot dominan dengan yang heterosigot harus dilakukan dengan test perkawinan, atau dengan melihat penampilan dari saudara terdekatnya.
Untuk sifat-sifat kuantitatif cara di atas tidak dapat digunakan karena sifat-sifat ini dipengaruhi oleh banyak pasangan gen, ada kemungkinan banyak dipengaruhi oleh aksi gen aditif, atau oleh gen non aditif. Dalam hal ini besar nilai heritabilitas banyak berperan. Sifat dengan heritabilitas tinggi akan banyak berpengaruh pada fenotipe atau penampilan.
Ternak yang dipilih untuk dipertahankan dalam populasi harus ternak yang unggul. Untuk mengetahui keunggulan dari individu ternak harus dilakukan perbandingan. Untuk keakurasian hasil faktor-faktor non genetik harus disamakan, umur ternak, waktu dilakukan perbandingan, cara pemeliharaan, jenis pakan semuanya harus sama.

5.6.2. Data dari diri sendiri selama hidupnya
Data atau catatan yang digunakan untuk menaksir kemampuan genetik didasarkan atas data atau catatan penampilan ternak yang akan diseleksi itu sendiri selama hidupnya. Contoh catatan produksi susu mulai dari laktasi pertama hingga laktasi kelima. Metode ini didasarkan atas asumsi bahwa ternak yang mutu genetiknya unggul  akan selalu berpenampilan unggul, di atas rata-rata penampilan ternak yang lain dalam suatu populasi. Kecepatan kemajuan genetik dari metode ini tergantung pada tingkat korelasi antara genotipe dengan fenotipe. Makin tinggi korelasinya, makin cepat kemajuan genetiknya.
          Tabel 5.4. Produksi susu dari dua induk pada waktu dan
                           lingkungan yang sama.
Masa laktasi
Produksi susu (liter)
Induk A
Induk B
1
3500
3300
2
3700
3500
3
3800
3700
4
3900
4000
5
4100
4200

         (Sumber: Lasley, 1978)
Induk A dipilih untuk dipertahankan dalam populasi karena memiliki produksi susu yang relative stabil dibandingkan induk B.
5.6.3. Data dari anak-anaknya
Metode ini untuk menaksir kemampuan genetik dari seekor ternak yang akan dileleksi berdasarkan atas data penampilan anak-anaknya. Metode ini didasarkan atas asumsi bahwa tetua unggul akan mewariskan gen-gen yang menentukan sifat yang unggul tersebut ke anak keturunannya.  Metode ini cocok untuk digunakan pada sifat-sifat yang nilai heritabilitasnya tinggi. Untuk itu digunakan metode progeny testing yang didasarkan atas pengukuran penampilan dari anak-anaknya.
Metode seleksi ini digunakan pada sifat-sifat yang terbatas pada jenis kelamin, seperti produksi susu yang hanya dihasilkan dari ternak betina, juga pada sifat ternak yang diketahui bila dipotong. Contoh: untuk mendapatkan ternak yang kualitas karkasnya bagus untuk dikembangbiakkan tidak mungkin ternak itu sendiri yang dipotong. Kualitas karkas dari anak-anaknya sebagai indicator kualitas karkas dari ternak yang bersangkutan. Metode seleksi ini baik digunakan untuk sifat-sifat yang heritabilitasnya rendah. Seleksi dikenakan pada ternak jantan berhubung ternak jantan memiliki anak lebih banyak dari pada ternak betina.
Pengaturan pelaksanaan dari metode ini adalah sebagai berikut:
o   Tentukan jumlah pejantan yang akan diseleksi sebanyak mungkin, paling tidak lima hingga sepuluh ekor.
o   Untuk menjaga keakurasian   paling tidak  digunakan  50-100  anak.
o   Induk yang akan dikawini oleh masing-masing pejantan diambil secara acak.
5.6.4. Data dari silsilah keluarga (pedigrees)          
Silsilah keluarga adalah catatan nama-nama keluarga yang menurunkan seekor ternak, mulai dari tetua, kakek dan nenek dari pihak pejantan dan pihak induk dan seterusnya ke atas.
Pada awalnya di data silsilah keluarga hanya dicantumkan nama dan nomor registrasi dari masing-masing individu. Setelah kurun waktu tertentu data dilengkapi dengan nilai fenotipe atau penampilan dari para nenek moyang yang tercantum dalam silsilah keluarga. Silsilah keluarga akan lebih lengkap lagi bila dicantumkan juga besar diferensial seleksi, serta tingkat keunggulan dari para nenek moyang.






Waterloo 2816

Belvedere 1706



(kakek)
Angelina 2d

Short Tail 2621


(Pejantan)
2d Hubback1432


Duches 32d



(nenek)
Duches 19th
4th Duke of



Northcumberland

Waterloo 2816
Belvedere 1706



(kakek)
Angelina 2d

Duches 34th



(Induk)
2d Hubback1432


Duches 29th



(nenek)
Duches 20th




                    Gambar 5.4. Gambar silsilah keluarga dari ternak sapi yang
                                          bernama 4th Duke of Northcumberland
                                          (Sumber: Lasley, 1978)

5.7.Batas seleksi
Syarat penting dari seleksi adalah adanya keragaman sifat yang akan ditingkatkan penampilannya. Dalam proses seleksi yang berlangsung pada beberapa generasi suatu kelompok ternak dihasilkan dua hal, yaitu rata-rata penampilan yang meningkat dan keragaman yang makin mengecil. Pada batas tertentu rata-rata penampilan tidak akan meningkat lagi, karena semua ternak sudah seragam, tidak ada lagi ternak yang berpenampilan lebih rendah. Kondisi yang demikian disebut dengan istilah “batas seleksi” atau “selection limits” atau “selection plateu (lihat Gambar 5.1).

Rangkuman
Sistem seleksi merupakan salah satu program pemuliabiakan ternak.  Ada dua macam seleksi yaitu Seleksi alam (natural selection) dan Seleksi Buatan (artificial selection). Seleksi mengubah frekuensi gen dalam populasi. Frekuensi gen yang diharapkan dapat meningkatkan penampilan ternak meningkat, sedangkan frekuensi gen yang tidak diharapkan menurun. Sistem seleksi berdasarkan pada macam aksi gen, ada  seleksi untuk meningkatkan frekuensi gen dominan dalam populasi, seleksi untuk membuang gen dominan dari populasi, seleksi untuk meningkatkan frekuensi gen overdominan dalam populasi, seleksi untuk meningkatkan frekuensi gen epistasis dalam populasi. Peningkatan penampilan hasil seleksi disebut respon seleksi yang besarnya dipengaruhi oleh besarnya nilai heritabilitas dan diferensial seleksi. Besar nilai diferensial seleksi tergantung pada jumlah ternak yang dipilih sebagai penghasil bibit, besarnya keragaman fenotipe, banyaknya ternak dalam populasi atau dalam usaha pembibitan, dan jenis kelamin. Kemajuan hasil seleksi per tahun selain ditentukan oleh besar nilai heritabilitas dan deferensial seleksi juga ditentukan oleh besar nilai interval generasi.

          Rasio dari diferensial seleksi dengan simpangan baku dikenal dengan sebutan intensitas seleksi. Proporsi ternak yang diseleksi makin sedikit, intensitas seleksi makin tinggi. Ternak jantan mempunyai intensitas seleksi yang jauh lebih tinggi daripada ternak betina karena ternak jantan hanya dibutuhkan sedikit dalam populasi. Perlu diperhatikan batas minimal proporsi ternak yang diseleksi agar besar populasi pada generasi selanjutnya tidak mengecil.

Untuk  seleksi lebih dari satu sifat ada beberapa metode yang dapat digunakan, antara lain metode Tandom,  metode tingkat penyingkiran bebas  (independent culling level), dan metode indeks. Untuk pelaksanan seleksi diperlukan adanya catatan data penampilan yang bisa didapat dari individu itu sendiri, individu itu sendiri selama hidupnya, keluarga kolateral (sdr kandung, tiri, sepupu, bibi, paman, keponakan), nenek moyangnya (silsilah keluarga atau Pedigree records), dan anak-anaknya (Progeny performance).
Pelaksanaan seleksi ada batasnya, yaitu pada saat terjadi “selection plateu”. Pada saat tersebut rata-rata penampilan populasi tidak akan meningkat lagi, karena semua ternak sudah seragam, tidak ada lagi ternak yang berpenampilan lebih rendah.

Soal/Latihan
1.      Seleksi ada dua macam, seleksi alam dan seleksi buatan. Jelaskan apa yang dihasilkan oleh masing-masing macam seleksi tersebut!
2.      Jelaskan bagaimana seleksi dapat menyebabkan pada terjadinya perubahan frekuensi gen!
3.      Jelaskan mengapa seleksi untuk meningkatkan frekuensi gen dominan sama denganseleksi untuk menurunkan frekuensi gen resesif!
4.      Dalam program seleksi dihasilkan respon seleksi. Sebutkan dua factor yang menentukan besar respon seleksi. Jelaskan secara singkat bagaimana kedua factor tersebut mempengaruhi besar respon seleksi!
5.      Apa yang dimaksud dengan deferensial seleksi? Sebutkan macam factor yang mempengaruhi deferensial seleksi! Bagaimana cara factor-faktor tersebut dapat mempengaruhi besarnya deferensial seleksi?
6.      Kemajuan hasil seleksi per tahun ditentukan oleh tiga factor. Sebutkan ketiga factor tersebut! Jelaskan bagaimana ketiga factor tersebut mempengaruhi besar hasil seleksi per tahun?
7.      Ada hubungan antara intensitas seleksi dengan proporsi ternak yang diseleksi. Jelaskan bagaimana hubungan antar keduanya!
8.      Apa yang dimaksud dengan interval generasi? Bagaimana cara memperkecil besar nilai interval generasi?
9.      Ada beberapa cara metode seleksi untuk menyeleksi beberapa sifat, antara lain: metode tandom, metode tingkat penyingkiran bebas, dan metode indeks. Jelaskan secara singkat masing-masing metode tersebut beserta kelebihan dan kekurangan masing-masing!
10.  Untuk melaksanakan seleksi dibutuhkan data tentang sifat ternak yang akan ditingkatkan penampilannya. Bagaimana dan dari mana mendapatkan data untuk keperluan seleksi ternak?
11.  Usaha seleksi harus diberhentikan bila sudah berada dalam selection plateu”. Jelaskan secara singkat apa yang dimaksud dengan “selection plateu” tersebut!

Pustaka

Falconer, D.S. 1981. Introduction to quantitative genetics. 2nd edition. Longman
Group (FE) Ltd. Hong Kong
Lasley, F.J. 1978. Genetiks of livestock improvement. Prentice Hall. Inc. Englewood
Cliffs. USA.
Rao,  A.R., and V.K.Bhatia. 2012. Estimation of genetic parameters. Indian Agricul-tural Statistics Research Institute, Library Avenue, New Delhi - 110 012 http://iasri.res.in/ebook/EB_SMAR/e-book_pdf%20files/Manual%20III/19-animal_breed_tech.pdf. Unggah 4 Oktober 2012.

Sufflebeam, C.E.1989. Genetics of Domestic Animals. Prentice Hall Inc. New Jersey.



Daftar istilah
Pedigree = silsilah keluarga
Carier  abnormal= pengandung gen untuk sifat tidakmnormal
Culling = penyingkiran ternak yang kurang bermutu dari populasinya
Diferensial seleksi adalah selisih rata-rata nilai fenotipe semua ternak dalam suatu populasi atau kelompok ternak dengan rata-rata nilai fenotipe individu-individu ternak yang terseleksi.
Interval generasi =  rata-rata umur induk saat melahirkan anak-anaknya.
Intensitas seleksi = tingkat keintensifan seleksi, makin sedikit ternak yang diseleksi makin tinggi intensitas seleksi.
Batas seleksi atau “selection limits” atau “selection plateu” = batas tertentu saat seleksi tidak lagi dapat meningkatkan rata-rata penampilan ternak dalam suatu populasi karena semua ternak sudah seragam

No comments:

Post a Comment