Friday 3 April 2015

PARAMETER GENETIK



 
Deskripsi singkat isi pokok bahasan
Penampilan ternak yang bagus seekor ternak yang disebabkan oleh baiknya kualitas lingkungan tidak dapat diwariskan kepada anak keturunannya. Yang dapat diwariskan kepada anak keturunannya adalah potensi produksi yang dikandung oleh masing-masing individu ternak anggota populasi yang terdapat pada gen-gen yang bersama-sama memberi kontribusi kepada sifat atau produksi tertentu. Kontribusi dari masing-masing gen terhadap sifat tertentu tidak sama, ada yang cukup besar, tetapi ada pula yang hanya kecil. Parameter yang yang berkaitan dengan potensi produksi tersebut adalah heritabilitas. Parameter ini mengukur keragaman total dari fenotipe atau penampilan ternak yang disebabkan oleh keragaman genetik. Heritabilitas dapat digunakan untuk mengestimasi penampilan dari anak keturunan dari seekor tetua.
Dalam melaksanakan seleksi perlu diperhatikan apakah pelaksanaan seleksi untuk suatu sifat berpengaruh terhadap penampilan sifat yang lain. Diusahakan dalam pelaksanaan seleksi suatu sifat tidak menurunkan tingkat penampilan sifat yang lain. Alangkah baiknya bila dalam pelaksanaan seleksi suatu sifat tidak hanya menaikkan tingkat penampilan sifat yang diseleksi, tetapi juga dapat menaikkan tingkat penampilan sifat yang lain. Dengan demikian sebelum melaksanakan seleksi perlu diketahui adanya korelasi genetik antar sifat yang satu dengan sifat yang lain. Koefisien korelasi menggambarkan ada tidaknya, besar kecilnya, serta positif/negatifnya hubungan antar dua sifat.
Sifat-sifat pada ternak ada yang dapat berulang, ada pula yang tidak berulang. Sifat-sifat yang dapat berulang seperti produksi susu, produksi wol, bobot sapih anak-anaknya. Sifat-sifat yang tidak berulang seperti bobot lahir, bobot tetas, konversi pakan, kenaikan bobot badan per hari. Untuk sifat-sifat ternak yang dapat berulang pelaksanaannya harus mengacu pada suatu parameter yang dkenal dengan sebutan ripitabilitas.
Dengan demikian, dalam melaksanakan seleksi ternak ada tiga parameter genetik yang harus diketahui nilainya, yaitu heritabilitas, korelasi genetik, dan ripitabilitas.

Tujuan Instruksi Khusus
Setelah mempelajari pokok bahasan ini mahasiswa akan dapat menjelaskan secara benar (> 80%) tentang pengertian heritabilitas, korelasi genetik,  dan ripitabilitas, kegunaan mengetahui besarannya, serta cara mengestimasinya.

Cara belajar
Baca ulang ringkasan pokok bahasan dari bab-bab sebelumnya, selanjutnya baca dan pahami baik-baik bab ini, buat ringkasan dan pertanyaan, serta kerjakan soal-soal latihan. 

Isi
4.1. Pengertian Heritabilitas
Ada tiga pengertian tentang heritabilitas. Pertama, heritabilitas mengukur kepentingan relative antara pengaruh genetik dan lingkungan untuk suatu sifat pada masing-masing individu dalam suatu populasi. Kedua, heritabilitas sebagai ukuran yang menunjukkan tingkat kesamaan penampilan antara tetua dengan anak-anaknya. Ketiga, heritabilitas menggambarkan hubungan antara nilai fenotipik dengan nilai pemuliaan (breeding value) untuk suatu sifat dari individu ternak pada suatu populasi.
Pada pengertian pertama, dicontohkan jika pada suatu populasi sapi perah diketahui bahwa heritabilitas persentasi protein dalam susu 0,45 tidak berarti bahwa penampilan sifat persentasi protein dalam susu disebabkan oleh pengaruh genetik 45% dan pengaruh lingkungan 55%, tetapi perbedaan atau keragaman penampilan sifat tersebut 45% disebabkan oleh keragaman genetik karena aksi gen aditif antar individu ternak anggota populasi.
Pada pengertian kedua tentang heritabilitas, makin tinggi nilai heritabilitas, makin mirip sifat-sifat yang dimiliki tetua dengan anak-anaknya. Bila seekor tetua ayam memiliki masa produksi telur yang lama, maka anak-anaknya juga akan memiliki masa produksi telur yang lama. Begitu pula bila seekor tetua sapi perah memiliki masa laktasi yang pendek, anak-anaknya akan memiliki masa laktasi yang pendek pula.
Pada pengertian ketiga, nilai heritabilitas menggambarkan nilai pemuliaan dari seekor ternak karena heritabilitas merupakan regresi dari nilai pemuliaan ternak terhadap nilai fenotipiknya.

       h2  = bBV. P


Keterangan:
h2   = heritabilitas
bBV =  koefisien regresi nilai pemuliaan ternak terhadap nilai
          fenotipiknya
P    = nilai fenotipe suatu sifat

Heritabilitas dapat didefinisikan dalam arti luas dan dalam arti sempit. Dalam arti luas, heritabilitas diberi simbol h2B, didefinisikan sebagai rasio keragaman genetik dengan keragaman fenotip:
    h2B =   σ2G / σ2P    
Heritabilitas dalam arti luas menjelaskan tentang  keragaman fenotip yang disebabkan oleh adanya keragaman genetik antar individu dalam populasi. Nilai heritabilitas dalam arti luas:
Karena  σ2P >  h2B > 0 , maka 0  <  h2B < 1
Heritabilitas dalam arti sempit  diberi simbol  h2 , didefinisikan sebagai rasio dari keragaman yang disebabkan oleh aksi gen aditif dengan keragaman total.
    h2 =   σ2A / σ2P    
Jadi,  h2 adalah proporsi dari keragaman total yang disebabkan oleh perbedaan nilai biak antar individu dalam suatu populasi.
Nilai heritabilitas dalam arti sempit dan dalam arti luas:
Karena  σ2G > σ2A   maka   0  <  h2 < h2B < 1
Jadi kedua nilai heritabilitas berada di antara 0 dan 1, nilai heritabilitas dalam arti sempit lebih kecil atau sama dengan heritabilitas dalam arti luas.
Suatu sifat memiliki heritabilitas nol artinya semua keragaman fenotip disebabkan oleh pengaruh lingkungan. Heritabilitas untuk sifat-sifat yang berhubungan dengan fertilitas rendah berkisar, 0,05 – 0,15. Dengan demikian keragaman fenotip untuk sifat-sifat tersebut sebagian besar dipengaruhi oleh lingkungan. Perbaikan penampilan sifat tersebut sebaiknya dilakukan dengan jalan perbaikan faktor lingkungan, seperti perbaikan sistem pemeliharaan, perbaikan pakan, perkandangan dan sebagainya. Contoh: produksi telur ayam sangat dipengaruhi oleh macam sistem pemeliharaan. Pada sistem pemeliharaan ekstensif tradisional ayam hanya mengalami tiga masa produksi telur (Prasetyo dkk, 1992). Sedangkan dengan sistem pemeliharaan intensif ayam dapat bertelur tiap bulan, dengan hanya dua bulan masa kosong (Prasetyo dan Rozi, 2007).
Heritabilitas suatu sifat sama dengan 1,0 berarti sebagian besar keragaman dari sifat tersebut dipengaruhi oleh faktor keturunan. Namun pada kenyataannya tidak ada suatu sifat yang heritabilitasnya sama dengan 1. Beberapa sifat kuantitatif pada ternak memiliki heritabilitas tinggi, berkisar antara 0,65 hingga 0,80. Untuk lebih jelasnya lihat Tabel  4.1.
            Nilai heritabilitas dapat digolongkan menjadi tiga tingkatan. Heritabilitas rendah dengan nilai 0 – 0,20, heritabilitas sedang dengan nilai 0,21 – 0,40, heritabilitas tinggi dengan nilai di atas 0,40.
Sifat-sifat yang berhubungan dengan fertilitas, seperti persentase kebuntingan jumlah anak pada babi, kelinci,anjing, dan daya tetas telur,  umumnya memiliki heritabilitas rendah. Sifat-sifat yang memiliki heritabilitas sedang contohnya produksi susu dan sifat-sifat pertumbuhan ternak lepas sapih. Sifat-sifat yang diukur pada saat ternak telah dewasa kelamin, seperti kualitas karkas, bobot dewasa kelamin memiliki heritabilitas tinggi.

Tabel 4.1. Heritabilitas sifat-sifat pada beberapa spesies ternak
Spesies
Sifat (traits)
Nilai heritabilitas
Nilai
Kategori
Babi1)
Jumlah anak yang dilahirkan
5 - 15
Rendah

Jumlah anak yang disapih
10 – 15
Rendah

Bobot litter saat disapih
15 – 20
Rendah

Bobot badan umur 6 bulan
20 – 25
Sedang

Laju pertumbuhan  dari lepas sapih hingga bobot jual

25 - 40

Sedang

Efesiensi pertumbuhan 
25 - 40
Sedang

Tebal lemak punggung
40 - 60
Tinggi

Loin eye area
40 - 60
Tinggi

Persen potongan tanpa lemak
30 – 50
Sedang - tinggi




Sapi
Jarak beranak
5 – 15
Rendah
pedaging1)
Bobot lahir
25 – 40
Sedang

Bobot sapih
25 – 35
Sedang

Bobot umur 1 tahun
50 – 60
Tinggi

Bobot dewasa
50 -60
Tinggi

Laju pertumbuhan  (feedlot)
45 – 55
Tinggi

Efisiensi pertumbuhan  (feedlot)
40 – 50
Tinggi

Sifat karkas
40 – 60
Tinggi

Loin eye area
40 – 60
Tinggi




Sapi
Produksi susu
20 – 40
Sedang
Perah1)
Persen lemak susu
40 – 70
Tinggi

Bobot lemak susu
20 – 40
Sedang

Total bahan padat susu
20 – 35
Sedang




Domba1)
Persen beranak
5 - 10
Rendah

Bobot lahir
15 - 35
Rendah – sedang

Bobot sapih
10 - 35
Rendah – sedang

Bobot umur 1 tahun
30 - 45
Sedang – tinggi

Bobot dewasa
40 - 60
Tinggi

Laju pertumbuhan  (feedlot)
30 - 40
Sedang

Efisiensi pertumbuhan 
20 - 45
Sedang – tinggi

Loin eye area
30 – 50
Sedang – tinggi

Bobot wool
30 - 50
Sedang – tinggi
Tabel 4.1. (lanjutan)


Diameter wool
40 - 55
Tinggi

Kuda1)
Persen beranak
5 – 10
Rendah

Kecepatan lari
35
Sedang




Unggas2)
Bobot badan :



Umur 8 minggu
35 – 45
Sedang – tinggi

Umur 24 minggu
50 – 55
Tinggi

Umur dewasa
50 – 55
Tinggi

Umur dewasa kelamin
35 – 45
Sedang – tinggi

Bobot telur
60
Tinggi

Produksi telur
20
Rendah








(Sumber: 1) Sufflebeam, 1989, 2) Warwick dkk., 1984)

4.2. Kegunaan mengetahui besar nilai heritabilitas
Besar nilai heritabilitas menentukan macam metode untuk pemuliaan ternak. Untuk sifat-sifat ternak yang nilai heritabilitasnya tinggi metode seleksi cocok untuk program pemuliaan ternak. Sebaliknya, program pemuliaan ternak dengan metode kawin silang luar cocok untuk sifat-sifat ternak yang nilai heritabilitasnya tinggi. 
Kegunaan lain mengetahui besar nilai heritabilitas adalah untuk mengetahui nilai pemuliaan (breeding value) individu ternak-ternak yang akan diseleksi, karena ada hubungan antara keduanya.

4.3. Estimasi heritabilitas
Ada tiga metode untuk mengestimasi heritabilitas: metode regresi tetua – anak, metode pola satu arah, dan metode rancangan tersarang (nested design)
4.3.1.      Metode regresi tetua – anak
Metode ini membutuhkan data dua generasi, harus ada data tetua dan data anak. Contoh: bila akan mengestimasi heritabilitas bobot sapih pada sapi perah, harus ada data bobot sapih dari sejumlah pejantan  yang ada dalam suatu kelompok dan bobot sapih dari keturunan pejantan-pejantan tersebut. Metode ini digunakan pada ternak unipara (beranak satu ekor dalam satu kelahiran). Pola reproduksinya: pada suatu populasi setiap pejantan mengawini sejumlah induk, dan dari setiap induk melahirkan satu anak.
Rumus untuk menghitung heritabilitas adalah sebagai berikut:
              Σxy
h2   = 2b = 2 -----
              Σx2

Nilai b  adalah regresi anak terhadap tetuanya, didapat dari:

         cov xy       Σxy
b  = ---------  =  -----
          σ2x           Σx2
                Σxy        ΣXY (((ΣX)(ΣY))/N)
cov xy  = -------  = -----------------------------
               N 1                   N - 1

             x2             ΣX2  - (ΣX)2
σ2x = ------- = -----------------
          N - 1           N - 1
N = jumlah pasangan tetua-anak

                        (ΣX)(ΣY)
Σxy = ΣXY -  -------------
                              N

                    (ΣX)2
Σx2 = ΣX2 - -------    dan
                       N

                    (ΣY)2
Σy2 = ΣY2 - -------
                       N

Contoh penghitungan estimasi heritabilitas untuk sifat bobot badan umur satu tahun pada sapi jawa.

                    Tabel 4.2. Bobot badan tetua dan anak sapi jawa umur satu tahun
No.
Bobot badan umur satu tahun (kg)
Tetua (X)
Anak (Y)
XY
X2
1
145
156
22620
21025
2
136
166
22576
18496
3
139
159
22101
19321
4
138
164
22632
19044
5
143
154
22022
20449
6
150
169
25350
22500
7
149
168
25032
22201
8
152
156
23712
23104
9
160
141
22560
25600
10
145
159
23055
21025
11
158
168
26544
24964
12
153
168
25704
23409
13
132
148
19536
17424
14
140
151
21140
19600
15
156
172
26832
24336
16
147
166
24402
21609
17
163
164
26732
26569
18
160
154
24640
25600
Σ
2666
2883
427190
396276
         (Sumber: Kurnianto, 2010)

N = 18;  ΣX = 2666;  ΣY = 2883;    ΣXY = 427190;  ΣX2 = 396276

                          (2666)2
Σx2 = 396276 - -------- = 1411,78
                             18
                           (2666)(2883)
Σxy = 427190 - ----------------- = 185,57
                                    18
                                       Σxy       185,57
Koefisien regresi (b) =  ------ = ----------- = 0,13
                                        Σx2         1411,78

Heritabilitas (h2) = 2b = 2(0,13) = 0,26






4.3.2.      Metode pola satu arah
Seperti pada metode regresi tetua-anak, metode pola satu arah juga digunakan pada unipara. Berdasarkan jumlah anak per pejantan metode ini dibedakan menjadi dua yaitu “desain seimbang”  dan “desain tak seimbang”.

b.1.Desain seimbang
Pada metode ini heritabilitas dihitung dengan menggunakan analisis ragam pola satu arah. Heritabilitas diestimasi dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
                 4σS2
h2 = ------------
       σS2 + σW2


σS2 = (KTS – KTW)/k

σW2 = KTW

KTS = kuadrat tengah antar pejantan; 
KTW = kuadrat tengah antar anak dalam pejantan
k = koefisien jumlah anak per pejantan, besarnya sama dengan ni
                        Tabel 4.3. Analisis ragam penghitungan heritabilitas
Sumber keragaman
Derajat bebas  (db)
Jumlah kuadrat (JK)
Kuadrat tengah (KT)
Kuadrat tengah harapan (KTH)
Faktor koreksi (FK)
1
FK = (Y..)2/n.


Antar pejantan (S)
S - 1
JKS =
    Yi2.
∑----  -  FK
 i   ni
KTS =
JKS/dbS


σW2 + k1 σS2
Antar anak dalam pejantan (W)
n. - S

JKw =
                  Y2i.
∑∑Yik2 -∑----
  i   i                  i   ni


KTW =

JKW/dbW


σW2

Keterangan:
S = jumlah pejantan
ni = jumlah anak dari pejantan ke-i
n. = jumlah total anak
Yik = data individual dari pengukuran pada individu ke k keturunan pejantan ke-i.
Yi. = jumlah nilai data dari pejantan ke-i
Y.. = jumlah total nilai dari seluruh data

Contoh 4.1.
Contoh penghitungan heritabilitas bobot lahir pada sapi potong dengan menggunakan metode pola satu arah.
Pada  suatu  peternakan sapi potong, enam pejantan dikawinkan dengan sepuluh betina . Data bobot lahir dari anak-anaknya disajikan pada Tabel 4.4.

         Tabel 4.4. Bobot sapih sapi potong dari enam tetua jantan dan sepuluh
                          tetua betina
No. Urut
Pejantan
Anak
I
II
III
IV
V
VI
1
32.1
33.9
32.8
32.0
32.9
33.0
2
33.5
31.8
32.0
33.5
29.2
32.0
3
32.8
32.2
31.7
33.1
32.0
31.4
4
31.9
32.4
31.0
32.9
33.8
30.8
5
32.8
32.5
29.8
31.6
31.2
30.2
6
34.0
31.8
32.9
32.9
31.4
31.2
7
33.5
31.2
31.0
31.8
30.8
30.1
8
32.7
32.9
32.0
33.8
31.8
29.9
9
31.1
33.9
32.2
32.0
32.2
32.6
10
32.8
32.1
31.9
32.1
32.3
33.1
Yi.
327.2
324.2
317.3
325.7
317.6
315.2
   
   (Sumber: Kurnianto, 2010)

Y.. = 32,1 + 33,9 + …….. + 32,6 + 33,1 = 1926,8
n. = 6 x 10 = 60;    ni = k1 = 10

∑∑Yik2= 61943.88
 i  i
Menghitung Jumlah Kuadrat
Faktor Koreksi (FK) = (Y..)2/n. = (1926,8)/60 = 61875.97
                                                                  Yi.2
Jumlah kuadrat antar pejantan  (JKS) = ∑----  -  FK                                                            
                                                                i   ni
                                                            = ((327,2)2/10 + …+ (315,2)2/10) - 61875.97
                                                            = 61890.4 - 61875.97 = 14,43
                                                                                                                    Yi.2
Jumlah kuadrat antar anak dalam pejantan  (JKw) = ∑∑Yik2 -∑----
                                                                                           i   i           i  ni

                                                                         = 61943.88 - 61890.4 = 53,48

Kuadrat  tengah  antar pejantan  (KTS) = JKS/dbS = (14,43)/5 = 2,86

Kuadrat tengah antar anak dalam pejantan (KTW) =  JKW/dbW
                                                                                = (53,48)/54 = 0,99
Analisis  ragam hasil perhitungan :
                   Tabel 4.5. Analisis ragam hasil penghitungan data dari Contoh 4.1.
Sumber keragaman
Derajat bebas  (db)
Jumlah kuadrat (JK)
Kuadrat tengah (KT)
Kuadrat tengah harapan (KTH)
Faktor koreksi (FK)
1
61875.97


Antar pejantan (S)
6 – 1 = 5
JKS =14,43
KTS = 2,86
σW2 + k1 σS2
Antar anak dalam pejantan (W)
60 – 6 = 54

JKw = 53,48              



KTW = 0,99

σW2

Penghitungan ragam:
 σW2 = KTW = 0,99
 σS2 = (KTS - KTW)/k = (2,86 – 0,99)/10 = 0,187
Nilai estimasi heritabilitas (h2) = 4 σS2 / (σS2 + σW2) = 4(0,187)/(0,187 + 0,99)
                                                   = 0,748/1,777 = 0,635 atau 0,64
Nilai h2 untuk bobot sapih sapi potong 0,64 ;  termasuk heritabilitas yang tinggi.

b.2. Desain  tak seimbang
Pada desain seimbang asumsinya adalah tiap perkawinan antara pejantan dengan induk menghasilkan anak (anak satu). Pada kenyataannya belum tentu di tiap perkawinan menghasilkan anak. Pada kondisi yang demikian untuk mengestimasi besarnya heritabilitas  digunakan desain tak seimbang. Metode ini pada dasarnya mirip  dengan desain seimbang, bedanya pada metode ini k1 tidak sama dengan ni. Untuk menghitung k1 digunakan rumus sebagai berikut:
             1          Σni2
  k1 = ------ (n. - ----
          S - 1         n.

4.3.1. Metode rancangan tersarang
    Metode ini dapat digunakan untuk ternak multipara seperti ayam, babi, kelinci. Pada metode ini ada beberapa pejantan. Setiap pejantan mengawini beberapa betina. Dari hasil perkawinan dihasilkan beberapa anak.

c.1. Desain seimbang
    Nilai heritabilitas untuk suatu sifat dipilah untuk induk dan untuk pejantan.
Rumus yang digunakan untuk mencari heritabilitas adalah sebagai berikut:
           
    hS2 = 4σS2/( σS2  + σD2  + σW2)
    hD2 = 4σD2/( σS2  + σD2  + σW2)


 σW2 = KTW
 σD2 = (KTD – KTW)/k1
 σS2 = (KTS – (KTW + k2) σD2)/k3
 k1 = k2 = koefisien jumlah anak per induk; besarnya sama dengan nij
 k3  = koefisien jumlah anak per pejantan; besarnya sama dengan ni.
           Tabel 4.6. Analisis ragam penghitungan nilai heritabilitas dengan metode
                            rancangan tersarang
Sumber keragaman
Derajat bebas  (db)
Jumlah kuadrat (JK)
Kuadrat tengah (KT)
Kuadrat tengah harapan (KTH)
Faktor koreksi (FK)
1
FK = (Y…)2/n..


Antar pejantan (S)
S - 1
JKS =
    Yi..2
∑----  -  FK
 i   ni.
KTS =
JKS/dbS

σW2 + k2 σD2 + k2 σS2
Antar induk dalam pejantan (D)
D - S
JKD =
                  Yi..2                     
∑∑Yij.2 -∑----
  i   j                i  ni.

KTD =

JKD/dbD
σW2  + k1 σD2
Antar anak dalam induk (W)
n.. - S

JKw =
                       Yij.2
∑∑∑Yijk2 -∑∑----
  i   j   k                i   j   nij


KTW =

JKW/dbW


σW2 

Keterangan:
S = jumlah pejantan
D = jumlah induk
nij = jumlah anak dari induk ke-j
ni. = jumlah total anak dari pejantan ke-i
n.. = jumlah total anak
Yijk = data individual dari pengukuran pada individu ke-k, hasil keturunan dari
          induk ke-j, yang dikawini oleh pejantan ke-i.
Yij. = jumlah nilai data dari induk ke-j yang dikawini oleh pejantan ke-i
Yi.. = jumlah nilai data dari pejantan ke-i
Y... = jumlah total nilai dari seluruh data

Contoh Soal 4.2.
Pada suatu pusat penelitian ternak akan diestimasi heritabilitas bobot telur. Dalam penelitian tersebut diambil sampel lima ekor pejantan. Masing-masing pejantan dikawinkan dengan tiga ekor induk. Dari hasil perkawinan masing-masing induk menghasilkan telur tetas. Dalam penelitian tersebut dari masing-masing induk diambil lima butir secara acak. Telur-telur tersebut ditimbang. Data bobot telur disajikan dalam Tabel 4.7. Berdasarkan data bobot telur tersebut harap dihitung heritabilitas dari bobot telur.
                              
                            Tabel 4.7. Data pejantan, induk, dan bobot telur
Pjtn.
Induk
Bobot telur dalam gram
Yij.
Yi..
( i )
( j )
( k )
I
1
62,2
61,6
62,0
62,3
61,0
310,0

2
62,1
61,9
62,7
63,1
62,4
312,2

3
62,6
62,1
61,9
61,8
62,6
311,0









933,2
II
4
62,7
62,6
62,3
61,1
61,6
310,3

5
62,1
62,1
62,5
61,8
61,8
310,4

6
60,9
61,8
62,4
62,6
61,7
309,4









930,1
III
7
60,8
60,3
61,8
61,5
61,6
306,0

8
60,5
61,5
61,9
62,2
62,5
308,6

9
60,9
62,8
63,2
61,8
61,4
310,1









924,7
IV
10
62,3
63,2
62,9
62,7
63,1
314,2

11
62,8
62,4
61,2
62,1
62,0
310,5

12
63,1
62,8
61,9
62,6
62,8
313,2









937,9
          
        (Sumber: Kurnianto, 2010)

Y… = 3725,9
S = 4
D = 12
nij = 5 
ni. = 15
n.. = 60
k1 = k2 = 5
k3 = 15
∑∑∑Yijk2 = 231398,27
 i    j   k
Penghitungan Jumlah Kuadrat:
Faktor koreksi (FK) = (Y…)2/n.. = (3725,9)2/60 = 231372,18
                                                                  Yi..2
Jumlah kuadrat antar pejantan  (JKS) = ∑----  -  FK                                                            
                                                                i   ni.
                       = ((933,2)2/15 + (930,1)2/15 + (924,7)2/15 + (937,9)2/15)   - 231372,18
                       = 231378,32 – 231372,18 = 6,14
                                                                                                   Yij.2     Yi..2
Jumlah kuadrat antar induk dalam pejantan  (JKD) = ∑∑ ----  - ∑----
                                                                                     i   j   nij     i  ni.

                                 =  ((310,0)2/5 + (312,2)2/5 + …  +  (313,2)2/5) -  231378,32
                                 = 231382,11 - 231378,32 = 3,79
                                                                                                            Yi.2
Jumlah kuadrat antar anak dalam induk (JKw) = ∑∑∑Yijk2 -∑∑----
                                                                              i  j  k          i  j  ni

                                                                          = 231398,27 – 231382,11 = 16,16

       Penghitungan Kuadrat Tengah:
Kuadrat  tengah  antar pejantan  (KTS) = JKS/dbS = 6,14/(4-1) = 0,788
Kuadrat tengah antar induk dalam pejantan (KTD) =  JKD/dbD
                                                                                 = 3,79/(12-4) = 0,47
Kuadrat tengah antar anak dalam induk (KTW) =  JKW/dbW
                                                                            = 16,16/(60 – 12) = 0,34

              Tabel 4.8. Analisis  ragam hasil penghitungan data dari Contoh 4.2
Sumber keragaman
Derajat bebas  (db)
Jumlah kuadrat (JK)
Kuadrat tengah (KT)
Kuadrat tengah harapan (KTH)
Faktor koreksi (FK)
1
FK = 231372,18


Antar pejantan (S)
4 – 1 = 3
JKS =  6,14
KTS = 2,05

σW2 + k2 σD2 + k3 σS2
Antar induk dalam pejantan (D)
12 – 4 = 8
JKD = 3,79

KTD = 0,47
σW2  + k1 σD2
Antar anak dalam induk (W)
60 – 12 = 48

JKw = 6,16

KTW = 0,34
σW2 


Penghitungan ragam:
σW2 = KTW = 0,34
σD2 = (KTD – KTW)/k1 = (0,47 – 0,34)/5 = 0,026
 σS2 = (KTS – (KTW +  k2 σD2)/k3 = (2,05 – (0,34 + (5(0,026)))/15 = 0,105
Nilai heritabilitas :
 hS2= 4 σS2 / (σS2  + σD2 +  σW2)
      = 4(0,105)/(0,105 + 0,026 + 0,34) = 0,89
hD2= 4 σD2 / (σS2  + σD2 +  σW2)
      = 4(0,026)/(0,105 + 0,026 + 0,34) = 0,22

c.2. Desain tak seimbang
Kondisi  penelitian seperti di atas pada umumnya sulit untuk didapat. Jarang bisa didapat masing-masing pejantan mengawini betina dengan jumlah yang sama. Begitu pula sulit mendapatkan sejumlah betina dengan jumlah yang sama. Untuk mengantisipasi hal tersebut untuk mengestimasi nilai heritabilitas telah disediakan metode desain tak seimbang.
Desain tak seimbang pada dasarnya sama dengan desain seimbang. Perbedaannya terletak pada penghitungan koefisien-koefisien (k1, k2, dan k3). Rumus-rumus untuk menghitung koefisien-koefisien  adalah sebagai berikut:
                     Σ nij2
                      j
 k1 = (n.. – Σ ------ ) dbD
                   i  ni.

             Σ nij2     ΣΣ nij2
                    j                 i  j
 k2 = (Σ------    ------ ) dbS
          i   ni.              n..
                          Σ ni.2
                      j
 k3 = (n.. –  ------ ) dbS
                    n..
Agar metode desain tak seimbang ini lebih dapat dipahami berikut disajikan contoh penghitungannya. Pada Tabel 4.9 disajikan data pejantan, jumlah induk yang dikawini dan jumlah anak per induk. Berdasarkan data pada tabel tersebut diestimasi besarnya nilai heritabilitas.

                     Tabel 4.9. Data pejantan, jumlah induk yang dikawini dan
                                      jumlah anak per induk
Pejantan
Jumlah induk yang dikawini pejantan
Jumlah anak
per induk
( nij)
Jumlah anak per pejantan
( ni.)
I
4
3, 6, 5, 8
22
II
6
5, 7, 4, 7, 6, 8
37
III
5
7, 5, 2, 4, 5
23
IV
3
8, 4, 6
18
V
5
2, 5, 1, 5, 4
17
VI
4
3, 7, 2, 8
20
   
(Sumber: Kurnianto, 2010)

Dari Tabel 4.9 dapat diketahui:
n.. = jumlah anak semua                                                 = 137
S = jumlah pejantan                                                       = 6
D = jumlah induk                                                           = 27
dbS = derajat bebas antar pejantan                                 = 6-1 = 5
dbD = derajat bebas antar induk dalam pejantan            = 27-6 = 21
Dari data yang ada selanjutnya dapat dihitung ketiga koefisien tersebut.
                    Σ nij2
                      j
 k1 = (n.. – Σ ------ ) dbD
                   i  ni.

                                  32 + 62 + 52 + 82                      32 + 72 + 22 + 82
     = (137 – ((-------------------- ) + ……. + (---------------------)))/21 = 4,87
                                  22                                              20


             Σ nij2     ΣΣ nij2
                    j                 i  j
 k2 = (Σ------    ------ ) dbS
          i   ni.              n..
                      32 + 62 + 52 + 82  + ……….. +  22 + 82                    
     = ((34,64 - ------------------------------------------------))/5 = 5,75
                                            137

                          Σ ni.2
                      j
 k3 = (n.. –  ------ ) dbS
                   n..
                          222 + 372 + 232 + 182 + 172 + 202
            = ((137 - ------------------------------------------))/15 = 22,44
                                                  137
Ketiga nilai k hasil penghitungan dimasukkan ke dalam rumus-rumus penghitungan Jumlah Kuadrat (JK), Kuadrat tengah (KT), analisis ragam, dan penghitungan ragam. Dari ragam yang didapat dilakukan estimasi heritabilitas.

4.4. Korelasi Genetik
Ternak memiliki beberapa sifat yang bernilai ekonomis. Sifat-sifat tersebut ada yang saling berhubungan atau berkorelasi, ada pula yang tidak saling berhubungan. Korelasi antar sifat atau korelasi fenotipe dapat disebabkan oleh faktor genetik, faktor lingkungan atau keduanya.  Bentuk hubungan antar sifat-sifat tersebut ada yang positif, adapula yang negatif.  Pada bentuk hubungan yang positif, bila suatu sifat ditingkatkan penampilannya lewat seleksi, sifat yang lain juga akan meningkat pula penampilannya. Contoh: seleksi untuk meningkatkan penambahan bobot badan per hari pada sapi, akan meningkatkan pula efesiensi pakan. Pada bentuk hubungan yang negative, peningkatan penampilan suatu sifat akan menurunkan penampilan sifat yang lain. Contoh: seleksi untuk meningkatkan produksi susu akan berakibat menurunkan kadar lemak susu. Selain bentuk hubungan, ada pula tingkat keeratan hubungan. Ada tiga tingkat keeratan hubungan: rendah, sedang, dan tinggi.

4.4.1. Penyebab genetik terjadinya korelasi genetik
Korelasi genetik antar sifat pada ternak terjadi karena dua hal. Pertama karena gen yang bersifat pleiotropik (pleiotropic gen), kedua karena gen berangkai (linked gen). Menurut Lasley (1978) pleiotropi adalah penyebab utama terjadinya korelasi genetik. Dalam suatu lengan kromosom terdapat gen yang sangat banyak. Semua gen-gen tersebut mengekspresikan dirinya. Ada tiga kategori gen-gen untuk mengekspresikan dirinya. Pertama, satu gen mengekspresikan satu sifat. Kedua, satu gen mengekspresikan banyak sifat. Ketiga, beberapa gen mengekspresikan satu sifat. Gen-gen yang termasuk dalam kategori yang kedua disebut sebagai gen pleiotropik. Yang termasuk dalam kategori ketiga adalah adalah gen-gen berangkai. Gen-gen tersebut lokusnya saling berdekatan. Kondisi yang demikian menyebabkan gen-gen tersebut tidak pernah terpisah oleh adanya crossing over selama sinapsis pada saat terjadi pembelahan secara meiosis. sehingga gen-gen tersebut selalu bersama-sama seolah-olah menjadi satu unit. Dengan demikian pada saat pewarisan sifat dari tetua kepada keturunannya rangkaian gen tersebut tidak terpisah, tetap bersama-sama. Hal tersebut yang menyebabkan terjadinya korelasi genetik.
4.4.2. Macam dan sifat hubungan antar sifat serta kaitannya dengan seleksi
Macam  hubungan atau korelasi antar sifat dapat positif, negatif, atau tidak ada  sama sekali hubungan. Hubungan yang positif atau negatif masing-masing dapat bersifat :
ü  tinggi : dengan koefisien korelasi  >0,50 - 1,00
ü  sedang: dengan koefisien korelasi  >0,25 – 0,50
ü  rendah: dengan koefisien korelasi  0,05 <0,25.
Pengetahuan tentang  korelasi antar sifat sangat diperlukan dalam pelaksanaan  seleksi agar seleksi dapat dilakukan secara ekonomis, menghasilkan respon seleksi yang maksimal dalam waktu yang relatif singkat.
Tabel 4.10 memaparkan sifat dan macam hubungan antar sifat-sifat  ekonomis pada beberapa spesies ternak.
   Tabel 4.10. Korelasi genetik antar sifat-sifat ekonomis pada ternak
Ternak
Sifat ternak
Korelasi
Genetik
Sifat 1
Sifat 2
Sapi perah
Produksi susu
Efisiensi produksi
0

Produksi susu
Produksi lemak
T+

Produksi susu
Persen lemak
S-

Produksi susu
Produksi protein
T +

Produksi susu
Efisien pakan
T +

Produksi susu
Ukuran tubuh dewasa
R + atau -

Persen lemak
Persen protein





Sapi potong
Berat lahir
Kesukaran melahirkan
S +

Berat lahir
Berat sapih
S +

Berat lahir
Berat umur 1 tahun
S +

Berat lahir
Berat dewasa
S +

Berat sapih
Laju kenaikan berat
S +


setelah disapih


Laju kenaikan berat
Efisiensi pakan
T +

setelah disapih



Produksi daging tanpa lemak
Laju kenaikan berat setelah disapih
S +




   (lanjutan Tabel 4.10)
Domba
Berat lahir
Berat sapih
S +

Berat sapih
Berat dewasa
S +

Laju kenaikan berat setelah disapih
Efisiensi pakan
T +

Berat dewasa
Produksi wool
R – sampai S+

Hasil wool
Kehalusan serat wool
R -

Panjang serat wool
Kehalusan serat wool
R -




Babi
Jumlah anak disapih
Laju kenaikan berat setelah disapih
R +

Berat sapih
Laju kenaikan berat setelah disapih
R +

Laju kenaikan berat setelah disapih
Efisiensi pakan
S +

Laju kenaikan berat setelah disapih
Tebal lemak punggung
R -

Tebal lemak punggung
Daging tanpa lemak
T -




Ayam
Laju kenaikan berat
Efisiensi pakan
T +

Berat umur 8 minggu
Bobot badan dewasa
T +

Berat umur 8 minggu
Umur saat bertelur pertama kali (hari)
R -

Berat umur 8 minggu
Berat telur awal bertelur
R +

Berat umur 8 minggu
Berat telur umur dewasa
S +

Umur saat bertelur pertama kali (hari)
“Hen housed” produksi telur sampai umur 46 minggu
R -

Umur saat bertelur pertama kali (hari)
Produksi telur sampai umur 46 minggu per induk yang hidup
T -

Umur saat bertelur pertama kali (hari)
Berat telur umur dewasa
R +

Produksi telur per tahun
Berat telur umur dewasa
R -

Produksi telur jangka pendek
Produksi telur selama 300 hari
T +



(lanjutan Tabel 4.10)


Produksi telur jangka pendek
Produksi telur per tahun
S +

Bobot badan dewasa
Produksi telur dari induk yang hidup per tahun
R – sampai R +

Bobot badan dewasa
Ukuran telur
S +
  
   (Sumber: Warwick dkk. 1984)
      R (Rendah) , S (Sedang) , T (Tinggi), -  = korelasi negatif,  + = korelasi positif

Korelasi genetik antar sifat yang lemah dapat terjadi karena sedikit gen yang sama yang mempengaruhi dua sifat. Contoh: tipe ternak dan penampilan produksi ternak sapi potong. Dalam keadaan demikian pelaksanaan  seleksi terhadap tipe ternak tidak  akan mempengaruhi penampilan produksi. Begitu pula sebaliknya seleksi terhadap penampilan ternak tidak akan mempengaruhi tipe ternak.  
Keeratan hubungan atau korelasi antar dua sifat atau fenotipe dinyatakan sebagai koefisien korelasi fenotipe (rP). Rumus untuk menghitung korelasi fenotip adalah sebagai berikut:
                                
             CovP
  rP = ---------------
           σPX  σPY

                    
               Keterangan:
CovP  = Peragam (covariance) dari sifat X dan sifat Y
σPX  = Keragaman sifat X
σPY  = Keragaman sifat Y
Manfaat lain dari mengetahui korelasi genetik antar sifat adalah untuk menentukan  tekanan optimum pada pelaksanaan  seleksi sifat-sifat yg berbeda.  Dari Tabel 7 dapat diketahui bahwa bobot lahir berkorelasi positif dengan bobot dewasa, berkorelasi positif pula dengan kesukaran melahirkan. Dengan mengetahui sifat dan besar korelasi antar sifat-sifat tersebut dapat diprogramkan bobot lahir optimal agar bobot dewasa kelak cukup besar, tetapi pada saat kelahiran tidak ada kesulitan.

4.4.3. Interaksi genotip dengan lingkungan
Konsep korelasi genetik dapat diaplikasikan untuk pemecahan masalah yang berhubung dengan interaksi genotip dengan lingkungan.
Interaksi genotip dengan lingkungan dapat berarti bahwa suatu bangsa ternak dengan genotip tertentu berpenampilan unggul pada suatu lingkungan tidak akan  berpenampilan sama di lingkungan yang berbeda.
Contoh: Bangsa sapi perah yang berproduksi susu tinggi di iklim dengan empat  musim tidak akan berpenampilan sama bila ditempatkan di iklmi tropis.
Contoh di atas memunculkan pertanyaan: Bila seleksi dilaksanakan di pusat penelitian dengan kondisi lingkungan yang kondusif  (pakan, menejemen dll bagus), apakah hasil seleksi yang berupa ternak unggul bila ditempatkan di daerah yang tidak kondusif juga akan menghasilkan keturunan yang unggul ? Atau, apakah sebaiknya seleksi dilaksanakan di kondisi lingkungan yang tidak kondusif  dimana ternak-ternak tersebut hidup berkembangbiak? Ide tentang  korelasi genetik memberi jalan pemecahan masalah tersebut.
            Suatu sifat yang diukur pada lingkungan yang berbeda dinyatakan sebagai dua sifat, bukan satu sifat, karena mekanisme faali berbeda. Hal tersebut terjadi karena gen yang dibutuhkan untuk berpenampilan unggul di masing-masing lingkungan berbeda. Contoh, pada sifat tingkat  pertumbuhan  badan: sifat ini ditentukan oleh banyak gen. Pada suatu daerah dengan kondisi pakan yang rendah mutunya, untuk menghasilkan ternak unggul akan terpilih gen-gen yang berperanan dalam efisiensi penggunaan pakan. Dengan demikian frekuensi gen yang berperanan dalam efisiensi penggunaan pakan meningkat. Dengan perkataan lain, makin banyak individu ternak yang memiliki gen tersebut. Sebaliknya, di daerah lain dengan  kondisi pakan bermutu tinggi, untuk menghasilkan ternak unggul akan terpilih gen-gen yang berperanan dalam nafsu makan. Pada daerah tersebut makin banyak individu ternak yang memiliki gen yang berperanan dalam nafsu makan.
4.4.4. Metode Pengestimasian Korelasi Genetik
Berhubung pengestimasian korelasi genetik menyangkut dua sifat yang masing-masing beragam, maka penghitungannya harus bertahap. Tahap pertama dilakukan analisis ragam untuk masing-masing sifat, tahap kedua dilakukan analisis peragam. Hasil analisis peragam digunakan untuk menghitung koefisien korelasi genetik.
Untuk lebih memahami metode estimasi korelasi genetik diberikan contoh soal sebagai berikut:
Pada suatu peternakan kambing akan dilakukan penelitian tentang adanya korelasi antara bobot sapih. Dari hasil ini bilamana terdapat korelasi positif akan dilakukan seleksi bobot sapih guna menghasilkan bobot sapih yang berat. Dalam penelitian digunakan tiga pejantan. Tiap pejantan mengawini tiga betina, setiap induk menghasilkan tiga anak. Data bobot anak telah distandarisasi ke tipe kelahiran tunggal, jenis kelamin jantan dan umur induk pada saat melahirkan. Data bobot lahir dan bobot sapih disajikan ke dalam Tabel 4.11.
           Tabel 4.11. Bobot lahir dan bobot sapih anak kambing
Pejantan
Induk
Bobot anak kambing (kg)
Bobot lahir (X)
Bobot sapih (Y)
Pejantan 1














Jumlah
Induk 1



Jumlah
3.2
8.8
3.4
9.0
3.0
8.7
3.2
8.8
12.8
35.3
Induk 2



Jumlah
2.9
8.8
2.8
8.4
2.9
8.9
3.0
9.0
11.6
35.1
Induk 3



Jumlah
3.0
8.8
3.1
8.8
3.4
9.1
3.3
9.1
12.8
35.8

37.2
106.2






(lanjutan Tabel 4.11)
Pejantan 2














Jumlah
Induk 4



Jumlah
3.5
9.5
3.4
9.4
3.3
9.0
3.1
8.9
13.3
36.8
Induk 5



Jumlah
3.2
9.0
3.3
9.2
3.4
9.5
3.5
9.6
13.4
37.3
Induk 6



Jumlah
2.9
8.8
2.8
8.6
3.3
9.2
3.1
9.5
12.1
36.1

38.8
110.2




Pejantan 3














Jumlah
Induk 7



Jumlah
2.8
8.7
2.7
8.8
2.9
9.1
3.1
9.0
11.5
35.8
Induk 8



Jumlah
2.6
8.7
2.7
8.8
2.8
9.1
2.8
9.0
10.9
35.6
Induk 9



Jumlah
3.0
9.0
3.1
9.2
3.2
9.4
3.2
9.4
12.5
37.0

34.9
108.2
  
 (Sumber: Kurnianto, 2010)

Tahap I (Penghitungan Analisis Ragam)
a.      Penghitungan analisis ragam data bobot lahir (sifat pertama):
Dari data pada Tabel 4.11 dapat diketahui:
S = 3 (jumlah pejantan)
Koefisien k1 = k2 = 4 (data jumlah anak per induk)
Koefisien k3 = 12 (data jumlah anak per pejantan)
Derajat bebas antar pejantan (dbS) = S – 1 = 3 - 1
Derajat bebas antar induk dalam pejantan (dbD) = D – S =9 – 3 = 6
Derajat bebas antar anak dalam induk (dbD) = n.. - D = 36 – 9 = 27
n.. = jumlah total anak = 36
ni. = jumlah anak dari induk k-j yang dikawini pejantan ke-I = 4
X… = jumlah bobot lahir semua anak kambing
        = 3,2 + 3,4 + 3,0 + ….. + 3,1 + 3,2 + 3,2 = 110,9

    (Xi..)2
Σ --------- = ((37,2)2 + (38,8)2 + (34,9)2) / 12 = 342,2742
 i     ni.

      (Xi..)2
ΣΣ ------ = ((12,8)2 + (11,6)2 + ……. + (10,9)2 + (12,5)2) / 4 = 1372,41
 i j   nij
      
ΣΣΣ(Xijk)2 = (3,2)2 + (3,4)2 + ……. + (3,2)2 + (3,2)2 = 343,73
 i  j  k   

Penghitungan jumlah kuadrat:
Faktor koreksi (FK) = (X)2 / n.. = 110,9/36 = 341,6336
                                           (X)2
JK antar pejantan (JKS) = Σ------  - FK = 342,27 – 341,63 = 0,6406
                                          i   ni.

                                                                           (Xij.)2       (Xi..)2    
JK antar induk dalam pejantan (JKD) = ΣΣ-------- - Σ-------
                                                               i j     nij        i   ni.

                                                            = 343,1025 – 342,2742 = 0,8283

                                                                                  (Xij.)2    
JK antar anak dalam induk (JKW) = ΣΣΣ(Xijk)2 – ΣΣ-------
                                                          i  j  k             i   j   nij

                                                      = 343,73 – 343,1025 = 0,6275

Penghitungan kuadrat tengah (KT):

KTS = JKS/DBS    = 0,6406 / 2 = 0.3203
KTD = JKD/DBD   = 0,8283 / 6 = 0,1381
KTW = JKW/DBW  = 0,6275 / 27 = 0,0232

Penghitungan ragam (σ2):
σ2W = KTW = 0,0232
σ2D = (KTD  - KTW) / k1 = (0,1381 – 0,0232) / 4 = 0,0287
σ2S= (KTS – (σ2W + k2σ2D)) / k3 = (0.3203 – (0,0232 + 4(0,0287 )) / 12 = 0,0151

b.      Penghitungan analisis ragam data bobot sapih (sifat kedua)
Cara penghitungan analisis ragam untuk data bobot sapih atau sifat kedua sama dengan pada bobot lahir. Dari data yang didapat dihasilkan:
X… = jumlah bobot sapih semua anak kambing
        = 8,9 + 9,0 + 8,7 + ….. + 9,2 + 9,4 + 9,5 = 324,6
    (Xi..)2
Σ --------- = ((106,2)2 + (110,2)2 + (108,2)2) / 12 = 2927,4767
 i     ni.

     (Xij.)2
ΣΣ------ = ((35,3)2 + (35,1)2 + ……. + (35,6)2 + (37,0)2) / 4 = 2928,0500
 i j   nij
      
ΣΣΣ(Xijk)2 = (8,8)2 + (9,0)2 + ……. + (9,4)2 + (9,4)2 = 2929,68
 i  j  k   

Penghitungan jumlah kuadrat (JK):
Faktor koreksi (FK) = (X)2 / n.. = (324,6)2/36 = 2926,8100
                                           (X)2
JK antar pejantan (JKS) = Σ------  - FK = 2927,4767 – 2926,8100= 0,6667
                                          i   ni.
                                                                   (Xij.)2       (Xi..)2    
JK antar induk dalam pejantan (JKD) = ΣΣ-------- - Σ-------
                                                               i j     nij        i   ni.

                                                            = 2928,0500 – 2927,4767 = 0,5733

                                                                                  (Xij.)2    
JK antar anak dalam induk (JKW) = ΣΣΣ(Xijk)2 - ΣΣ-------
                                                          i  j  k             i   j   nij

                                                            = 2929,68 – 2928,0500 = 1,6300

Penghitungan kuadrat tengah (KT):

KTS = JKS/DBS    = 0,6667 / 2 = 0.3333
KTD = JKD/DBD   = 0,5483 / 6 = 0,0956
KTW = JKW/DBW  = 1,7775 / 27 = 0,0604

Penghitungan ragam (σ2):
σ2W = KTW = 0,0604
σ2D = (KTD  - KTW) / k1 = (0,0956- 0,0604) / 4 = 0,0088
σ2S= (KTS – (σ2W + k2σ2D)) / k3 = (0.3333- (0,0604+ 4(0,0088)) / 12 = 0,0198

Tahap II.  Penghitungan analisis peragam antara data penampilan bobot lahir  dan
               bobot sapih:
Dalam penghitungan ini Jumlah Kuadrat digantikan dengan Jumlah Hasil Kali (JHK), dan Kuadrat Tengah digantikan dengan Hasil Kali Rata-rata (HKR).
    (Xi..)(Y..)
Σ ------------- = ((37,2)(106,2) + (38,8)(110,2) + (34,9)(108,2)) / 12 = 1000,215
 i        ni.

     (Xij.) (Yij.)
 ΣΣ------------- = ((12,8)(35,3) + (11,6)(35,1) + ……+ (10,9)(35,5) + (12,5)(37,1)) / 4
 i j       nij
= 1000,8215
      

ΣΣΣ(Xijk) (Yijk) = (3,2)(8,8) + (3,4)(9,0) + ……. + (3,2)(9,4) + (3,2)(9,5) = 1001,69
 i  j  k   

Penghitungan Jumlah Hasil Kali (JHK)
Faktor koreksi (FK) = (X)(Y…) / n.. = (110,9)(324,6)/36 = 999,9483
                                                 (X)( Y)
JHK antar pejantan (JHKS) = Σ-------------  - FK = 1000,215 – 999,9483= 0,2667
                                                i       ni.
                                                                         (Xij.)( Yij.)       (Xi..)( Yi..)    
JHK antar induk dalam pejantan (JHKD) = ΣΣ-------------- - Σ-------------
                                                                     i  j       nij             i       ni.

                                                                 = 1000,8215 1000,215 = 0,5975

                                                                                              (Xij.)( Yij.)    
JHK antar anak dalam induk (JHKW) = ΣΣΣ(Xijk)(Yijk) - ΣΣ------------
                                                               i  j  k                     i   j      nij

                                                            = 1001,69 – 1000,8215 = 0,8775

Penghitungan Hasil Kali Rata-rata (HKR):

HKR S = JHKS/DBS    = 0,2667 / 2 = 0.1333
HKR D = JHKD/DBD   = 0,5975 / 6 = 0,0996
HKR W = JHKW/DBW  = 0,8775 / 27 = 0,0325

Penghitungan Peragam (Cov):
CovW = HKR W = 0,0325
CovD = (HKR D  - HKR W) / k1 = (0,0996- 0,0325) / 4 = 0,0168
CovS= (HKR S – (CovW + k2CovD)) / k3 = (0.1333- (0,0325+ 4(0,0168)) / 12 = 0,0337

Penghitungan koefisien korelasi genetik (rg):
                4 CovS                               4(0,0337)
rg  = ------------------------- = --------------------------------- = 1,95
            (4σ2S(X))( 4σ2S(Y))         (4(0,0151))(4(0,0198))
Korelasi genetik (rg) yang benar: minimum mendekati nol,  dan maksimum adalah mendekati angka satu. Hasil penghitungan di atas nilai rg lebih dari satu.  Kejadian demikian kadang-kadang terjadi karena kesalahan pengambilan contoh, kesalahan pendataan, atau karena keragaman lingkungan. Contoh di atas digunakan data hipotetik, bukan data sebenarnya. Yang penting dari sajian contoh di atas mahasiswa tahu cara menghitung atau mengestimasi besar nilai korelasi genetik.
4.5. Ripitabilitas
Parameter ketiga sesudah korelasi genetik adalah ripitabilitas, yang menggambarkan adanya tingkat  hubungan antar ukuran suatu sifat  pada individu ternak yang sama yang diukur lebih dari satu kali pada waktu yang berbeda. Contoh: hubungan antara besar liter pada kelahiran pertama dengan kelahiran berikutnya, hubungan antara rata-rata banyaknya produksi susu pada suatu masa laktasi dengan masa-masa laktasi berikutnya, hubungan antara rata-rata banyaknya produksi wol pada pencukuran pertama dengan pada pencukuran-pencukuran berikutnya.
Pada produksi susu, efek gen-gen yang mempengaruhi produksi susu pada seekor sapi perah pada laktasi pertama diasumsikan akan mempengaruhi produksi susu pada laktasi berikutnya.
Seperti halnya heritabilitas, ripitabilitas juga didefinisikan sebagai rasio dari komponen ragam. Tetapi rasio tersebut tergantung pada keragaman lingkungan. Ada dua pengaruh lingkungan (E): pengaruh lingkungan permanen (PE) dan pengaruh lingkungan temporer (TE) . Contoh: pemberian pakan yang berkualitas jelek pada calon sapi perah akan berpengaruh pada pertumbuhan jaringan pembuat air susu. Ini akan berpengaruh permanen pada produksi air susu. Sedangkan gangguan sesaat pada waktu sapi diperah susunya sehingga produksinya sedikit adalah pengaruh lingkungan yang temporer. Begitu gangguan tersebut tidak ada pada pemerahan berikutnya produksi susu akan kembali seperti semula.
            Dalam bahasa matematika: E = PE + TE
Keragaman lingkungan juga dibagi dua:
                        σ2E = σ2PE + σ2TE
Sehingga : σ2P =  σ2G + σ2PE + σ2TE
Ripitabilitas (r) adalah rasio:
                          σ2G + σ2PE
            r = -----------------------------
                   σ2G + σ2PE + σ2TE

Ripitabilitas berguna untuk memprediksi produksi ternak untuk masa produksi mendatang. Contoh: produksi susu pada masa-masa laktasi mendatang  dapat diprediksi dengan memiliki catatan rata-rata produksi (record) susu pada masa laktasi pertama dan catatan rata-rata produksi pada masa laktasi berikutnya

                      Tabel 4.12. Nilai ripitabilitas pada beberapa spesies ternak

Spesies ternak
Sifat ternak
Ripitabilitas
(%)
Sapi potong
Berat lahir
20 – 30

Berat sapih
30 – 50



Sapi perah
Produksi susu
40 – 60

Persen lemak susu
50 – 75

Jarak beranak
5 – 10

Service per conception
5 – 10



Kambing perah
Produksi susu
40 – 70

Persen lemak susu
60 -80



Kerbau perah
Produksi  susu
35 – 50

Jarak beranak
0 – 10



Domba
Jumlah anak sepelahiran
30 – 40

Jumlah anak saat sapih
6 – 10

Bobot lahir
30 -40

Laju kenaikan bobot badan hingga disapih
35 – 40

Bobot wool
30 – 50

Kehalusan, panjang serat, keriting
50 – 80



Babi
Jumlah anak sepelahiran
10 – 15

Jumlah dan bobot  anak saat sapih
5 – 15



Unggas
Produksi telur (ayam yang sama dalam periode telur yang berurutan)
60 – 80

Kualitas telur (pada hari yang berbeda, dalam periode telur yang sama)


Bobot telur
80 -90

Bentuk telur
80 – 90

Ketebalan kerabang
60 – 80





   (Sumber: Warwick, dkk., 1984)



4.5.1. Estimasi   Ripitabilitas
Metode pengestimasian  ripitabilitas berdasarkan banyaknya kali pencatatan, ada yang dua kali pencatatan, ada pula yang tiga kali pencatatan. Untuk yang dua kali pencatatan untuk mengestimasi ripitabilitas digunakan korelasi antar kelas (interclass correlation), sedangkan yang tiga kali pencatatan digunakan korelasi dalam kelas (intraclass correlation).
a.      Korelasi antar kelas
Pada metode ini nilai ripitabilitas dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
                  
   ΣXY – ((ΣX)(ΣY)) / n
r = -----------------------------------------------
         (ΣX2 – ((ΣX)2 / n)(ΣY2 – ((ΣY)2 / n))


Keterangan:
r = ripitabilitas
X = nilai suatu sifat pada pengukuran pertama
Y = nilai suatu sifat pada pengukuran kedua
n  = jumlah individu yang diukur sifatnya

Contoh penghitungan estimasi ripitabilitas:
Pada suatu kelompok ternak, setiap anggota kelompok memiliki dua catatan, masing-masing catatan dilakukan pada waktu yang berbeda. Pada Tabel 4.13 ada catatan data tentang produksi susu dari 18 ekor sapi perah pada masa laktasi pertama dan laktasi kedua.
        




Tabel 4.13. Produksi susu dari 18 induk sapi perah pada laktasi I dan laktasi II
Induk
Produksi susu (liter)
Laktasi I (X)
Laktasi II (Y)
XY
X2
Y2
1
3650
4672
17052800
13322500
21827584
2
3509
4740
16632660
12313081
22467600
3
4198
5114
21468572
17623204
26152996
4
5780
6549
37853220
33408400
42889401
5
3986
5021
20013706
15888196
25210441
6
6896
6323
43603408
47554816
39980329
7
6040
6992
42231680
36481600
48888064
8
4576
5366
24554816
20939776
28793956
9
4964
4258
21136712
24641296
18130564
10
5367
6312
33876504
28804689
39841344
11
6064
5949
36074736
36772096
35390601
12
6642
6384
42402528
44116164
40755456
13
5723
5030
28786690
32752729
25300900
14
5868
6806
39937608
34433424
46321636
15
4672
4383
20477376
21827584
19210689
16
4980
6099
30373020
24800400
37197801
17
4834
6198
29961132
23367556
38415204
18
4611
4055
18697605
21261321
16443025
Jumlah
92360
100251
525134773
490308832
573217591
        
     (Sumber: Kurnianto, 2010)

ΣX = 92360;    ΣY = 100251; ΣXY = 525134773;    
ΣX2 = 490308832;     ΣY2 = 573217591
                    ΣXY – ((ΣX)(ΣY)) / n
    r = -----------------------------------------------
              (ΣX2 – ((ΣX)2 / n)(ΣY2 – ((ΣY)2 / n))

                                 525134773 – ((92360)( 100251)) / 18
       = --------------------------------------------------------------------
               (490308832 – (92360)2/18)( 573217591 – (100251)2/18)

       = 0,687
Nilai r = 0,687 artinya tagam produksi susu dari induk-induk sapi perah disebabkan oleh perbedaan antar individu induk-induk tersebut.



b.      Korelasi dalam kelas

Untuk sifat yang diukur lebih dari dua kali pada tiap individu ternak digunakan analisis ragam. Pada metode ini untuk mengestimasi ripitabilitas digunakan rumus sebagai berikut:
r  = σb2 / (σb2 + σw2)

Keterangan:
 r  = nilai ripitabilitas
 σb2 = ragam antar individu
 σw2 = ragam antar fenotipe dalam individu
Analisis  ragam untuk mengestimasi nilai ripitabilitas digunakan tabel analisis ragam.

                      Tabel 4.14. Analisis ragam untuk mengestimasi nilai ripitabilitas
Sumber keragaman
Derajat bebas  (db)
Jumlah kuadrat (JK)
Kuadrat tengah (KT)
Kuadrat tengah harapan (KTH)
Faktor koreksi (FK)
1
FK = (Y..)2/m.


Antar individu (b)
n - 1
JKb =
    Yi.2
∑----  -  FK
 i   mi
KTb =
JKb/dbb


σW2 + k1 σb2
Pengukuran dalam individu (W)
n (m. – 1)

JKw =
                 Yi.2
∑∑Yij2 -∑----
 ij  ij              i   mi


KTW =

JKW/dbW


σW2

Keterangan:
n = jumlah individu yang diamati
mi = jumlah data fenotipe dari indnvidu ke i
m.  = jumlah total data fenotipe dari seluruh individu yang diamati
k1  = jumlah data catatan per individu

Untuk memudahkan pemahaman disajikan contoh soal berikut:
Dari hasil estimasi nilai ripitabilitas dengan dua catatan laktasi pada perusahaan sapi perah, seorang peneliti belum puas. Dia ingin meyakinkan bahwa estimasi yang telah dilakukan lebih mendekati kebenaran. Untuk itu dia melakukan satu kali lagi dengan cara melaksanakan pengamatan hasil produksi susu pada masa laktasi ketiga. Hasil catatan produksi pada tiga masa laktasi disajikan pada Tabel 4.16. Bantulah peneliti tersebut untuk mengestimasi besar nilai ripitabilitas.
             Tabel 4.15. Produksi susu dari 18 induk sapi perah pada laktasi I, II dan II
Induk
(ni)
Produksi susu (liter)
Laktasi I
Laktasi II
Laktasi III
ΣY
atau
Yi.
ΣY2
(ΣY)2/mi
(Y1)
(Y2)
(Y3)
1
3650
4672
4536
12858
55725380
55109388
2
3509
4740
4399
12648
54131882
53323968
3
4198
5114
6088
15400
80839944
79053333.3
4
5780
6549
6301
18630
116000402
115692300
5
3986
5021
4716
13723
63339293
62773576.3
6
6896
6323
6897
20116
135103754
134884485
7
6040
6992
6690
19722
130125764
129652428
8
4576
5366
5412
15354
79023476
78581772
9
4964
4258
4824
14046
66042836
65763372
10
5367
6312
6843
18522
115472682
114354828
11
6064
5949
6501
18514
114425698
114256065
12
6642
6384
6922
19948
132785704
132640901
13
5723
5030
5998
16751
94029633
93532000.3
14
5868
6806
7299
19973
134030461
132973576
15
4672
4383
4446
13501
60805189
60759000.3
16
4980
6099
6601
17680
105571402
104194133
17
4834
6198
6876
17908
109062136
106898821
18
4611
4055
4348
13014
56609450
56454732
Jumlah
92360
100251
105697
298308
1703125086
1690898681
    
   (Sumber: Kurnianto, 2010)

    m. = 54;       Y.. = 298308;              ΣΣYij2 = 1703125086
       Yi.2
    ∑---- = 1690898681
       i   mi


         Tabel 4. 16. Analisis ragam penghitungan ripitabilitas dengan metode korelasi 
                             dalam kelas
Sumber keragaman
Derajat bebas  (db)
Jumlah kuadrat (JK)
Kuadrat tengah (KT)
Kuadrat tengah harapan (KTH)
Faktor koreksi (FK)
1
FK = (298306)2/ 54
= 1647919683


Antar individu (b)
18 – 1= 17
JKb = (((12858)2 +(12648)2 + … + (13014)2)/3) – 1647919683 = 42978999

KTb =
42978999/17 = 2528176,4


σW2 + k1 σb2
Pengukuran dalam individu (W)
18 (3 – 1) = 36

JKw = 1703125086 – 1690898681 = 12226205
                

KTW =
12226205/36 = 339622,4

σW2 = KTW =
339622,4

   σb2 = (KTb – KTw)/k1 = (2528176,4 - 339622,4) / 3 = 729518
 r = σb2 / (σb2 + σW2) = 729518 / (729518 + 339622,4) = 0,682
Hasil penghitungan estimasi ripitabilitas produksi susu ( r) sama dengan 0,682. Bandingkan dengan hasil estimasi ripitabilitas dengan menggunakan dua catatan!
Penghitungan estimasi ripitabilitas di atas dilakukan bilamana jumlah pengukuran frekuensi pengukuran per individu sama banyak (desain seimbang). Dalam hal ini koefisien k1 = n. Namun bilamana jumlah pengukuran frekuensi pengukuran per individu tidak sama banyak (desain tak seimbang), maka k1 dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
              1               Σmi2
   k1 = ------- (m. - ------- )
           n – 1             m.


Rangkuman
Ada tiga parameter genetik yang penting yang harus diketahui nilainya oleh para pemuliabiak ternak sebelum meningkatkan mutu genetik atau potensi produksi. Ketiga parameter tersebut adalah heritabilitas, korelasi genetik, dan ripitabilitas. Ada dua macam heritabilitas yaitu heritabilitas dalam arti luas dengan symbol h2B dan heritabilitas dalam arti sempit dengan symbol  h2.
Heritabilitas dalam arti luas adalah rasio keragaman genetik dengan keragaman fenotipe, atau keragaman fenotipe yang disebabkan oleh perbedaan genotip antar individu dalam populasi. Dalam bentuk matematika ditulis h2B =   σ2G / σ2P. Nilainya:   0  <  h2B < 1. Dalam arti sempit heritabilitas adalah  rasio dari keragaman yang disebabkan oleh aksi gen aditif dengan keragaman total (keragaman fenotipe), atau  proporsi dari keragaman total yang disebabkan oleh perbedaan nilai biak antar individu dalam suatu populasi. Dalam bentuk matematika ditulis h2 =   σ2A / σ2P. Batas nilai heritabilitas dalam arti sempit dan dalam arti luas:  0  <  h2 < h2B < 1. Jadi kedua nilai heritabilitas berada di antara 0 dan 1, nilai heritabilitas dalam arti sempit lebih kecil atau sama dengan heritabilitas dalam arti luas. Heritabilitas nol artinya semua keragaman fenotip disebabkan oleh pengaruh lingkungan. Heritabilitas untuk sifat-sifat yang berhubungan dengan fertilitas nilainya rendah, berkisar 0,05 – 0,15.  Keragaman fenotipe untuk sifat-sifat tersebut sebagian besar dipengaruhi oleh lingkungan seperti perbaikan sistem pemeliharaan, perbaikan pakan, perkandangan dan sebagainya. Nilai heritabilitas mendekati nilai 1,0 berarti sebagian besar keragaman dari sifat tersebut dipengaruhi oleh faktor keturunan. Beberapa sifat kuantitatif  pada ternak memiliki heritabilitas tinggi, berkisar antara 0,65 hingga 0,80. Ada tiga tingkatan nilai heritabilitas: rendah : 0 – 0,20; sedang : 0,21 – 0,40;  tinggi : > 0,40.
Ternak memiliki beberapa sifat yang bernilai ekonomis. Sifat-sifat tersebut ada yang saling berhubungan atau berkorelasi, ada pula yang tidak saling berhubungan. Korelasi antar sifat atau korelasi fenotipe dapat disebabkan oleh faktor genetik, faktor lingkungan atau keduanya.  Bentuk hubungan antar sifat-sifat tersebut ada yang positif, adapula yang negatif.  Pada bentuk hubungan yang positif, bila suatu sifat ditingkatkan penampilannya lewat seleksi, sifat yang lain juga akan meningkat pula penampilannya. Pada bentuk hubungan yang negative, peningkatan penampilan suatu sifat akan menurunkan penampilan sifat yang lain. Selain bentuk hubungan, ada pula tingkat keeratan hubungan. Ada tiga tingkat keeratan hubungan: rendah, sedang, dan tinggi. Korelasi genetik antar sifat pada ternak terjadi karena dua hal. Pertama karena gen yang bersifat pleiotropik (pleiotropic gen), kedua karena gen berangkai (linked gen). Pleiotropi adalah penyebab utama terjadinya korelasi genetik. Korelasi genetik antar sifat yang lemah terjadi karena sedikit gen yang sama yang mempengaruhi dua sifat. Keeratan hubungan atau korelasi antar dua sifat atau fenotipe dinyatakan sebagai koefisien korelasi fenotipe (rP). Pengestimasian korelasi genetik menyangkut dua sifat yang masing-masing beragam, sehingga penghitungannya harus bertahap. Tahap pertama dilakukan analisis ragam untuk masing-masing sifat, tahap kedua dilakukan analisis peragam. Hasil analisis peragam digunakan untuk menghitung koefisien korelasi genetik.
Ripitabilitas menggambarkan adanya tingkat  hubungan antar ukuran suatu sifat  pada individu ternak yang sama yang diukur lebih dari satu kali pada waktu yang berbeda.  
Parameter genetik ini didefinisikan sebagai rasio dari komponen ragam. Dalam bentuk matematika r = (σ2G + σ2PE) / (σ2G + σ2PE + σ2TE). Rasio tersebut tergantung pada keragaman lingkungan yang terdiri atas  pengaruh lingkungan permanen (PE) dan pengaruh lingkungan temporer (TE). Ripitabilitas berguna untuk memprediksi produksi ternak untuk masa produksi mendatang.

Soal/Latihan
  1. Jelaskan mengapa heritabilitas, korelasi genetik, dan ripitabilitas penting dalam program produksi ternak?
  2. Apa yang anda ketahui tentang  heritabilitas dalam arti luas dan dalam arti sempit?
  3. Sebutkan batas nilai heritabilitas dalam arti luas dan heritabilitas dalam arti sempit?
  4. Mana yang lebih besar nilai heritabilitas dalam arti luas dan heritabilitas dalam arti sempit?
  5. Sebutkan tiga tingkatan heritabilitas beserta angkanya!
  6. Apa itu ripitabilitas, dan apa pula kegunaanya?
  7. Dari table berikut hitung berapa nilai heritabilitas!
                                                        P  E  J  A  N  T  A  N

Anak
  A
  B
  C
  D


687
618
618
600


691
680
687
657


793
592
763
669


675
683
747
606


700
631
678
718


753
691
737
693


704
694
731
669


717
732
603
648









8.      Bobot daging dada dan bobot potong ayam tertera pada table berikut. Hitung berapa korelasi antara kedua sifat tersebut!
Bobot daging dada (g)
Bobot potong (g)
67
1286
52
1035
51
1014
60
1144
71
1380

9.      Pada suatu peternakan domba wol terdapat data pencukuran wol tiga musim panas. Data bobot wol hasil pencukuran tertera pada table berikut. Hitung berapa nilai ripitabilitas dengan menggunakan data dua kali pencukuran (pencukuran pertama dan kedua), dan dengan tiga kali pencukuran. Bandingkan hasil dari kedua penghitungan tersebut!




Individu
Berat wool bersih (kg) hasil pencukuran
I
II
III
1
4
4
4.2
2
3.9
4.3
4.2
3
3.9
4.4
3.9
4
3.7
3.8
3.9
5
3.6
3.9
4
6
3.6
3.6
3.6
7
3.4
3.8
3.7
8
3.2
3.6
3.7


Daftar Pustaka
Kurnianto, E. 2010. Ilmu pemuliaan ternak. Buku ajar. Lembaga Pengembangan dan Penjamin Mutu Pendidikan Universitas Diponegoro. Semarang.
Noor, R.R. 1996. Genetika ternak. Penebar Swadaya. Jakarta.
Prasetyo, S. Lestari,  D. P. Winata.  1992. Studi variasi sifat-sifat fenotipik ayam kampung di Pulau Lombok. Laporan penelitian. Lembaga Penelitian Universitas Mataram. Mataram
Prasetyo, S dan T. Rozy. 2007. Performan produksi telur ayam lokal Lombok pada sistem pemeliharaan intensif. Laporan Penelitian. Lembaga Penelitian Unram.
Sufflebeam, C.E.1989. Genetics of domestic animals. New Jersey. Prentice-Hall, Inc.
Warwick, E.J., J.M. Astuti, W.Hardjosubroto. 1984. Pemuliaan Ternak. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta

Daftar istilah
Heritabilitas = proporsi dari total suatu sifat yang diakibatkan oleh pengaruh genetik
yang dapat diwariskan ke generasi berikutnya (dalam arti luas); rasio antara
keragaman aditif dengan keragaman fenotipik (dalam arti sempit)
Parameter = besaran dalam populasi
Ripitabilitas = daya pengulangan suatu sifat selama  ternak yang bersangkutan hidup
Service per conception = banyaknya kali kawin untuk tiap kali berhasilnya
pembuahan.

No comments:

Post a Comment